Pesan Natal Bersama KWI - PGI Tahun 2009
"Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ..."(bdk. Mzm. 145:9a)
Saudara-saudari yang terkasih, segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada, salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
1. Dalam suasana kebahagiaan Natal sekarang ini, kembali Tuhan menyapa dan mengingatkan kita umat-Nya untuk merayakan Natal ini dalam semangat kedamaian, kebersamaan dan kesahajaan. Dengan mengucap syukur sambil melantunkan kidung Natal dan doa, kita merenungkan, betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita! Ia yang telah lahir bagi kita manusia, adalah juga Dia yang telah menebus dosa kita dan mendamaikan kita dengan Allah, Bapa kita. Dengan demikian, Ia menyanggupkan kita untuk hidup bersama, satu sama lain dalam damai Natal itu. "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" [Luk. 2:14]. Kabar Gembira Natal itulah yang harus kita hayati dan wujud-nyatakan di dalam kehidupan kita bersama.
Tema Natal kita tahun ini adalah: "Tuhan itu baik kepada semua orang." Tema ini hendak mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya [Bdk. Kej.1:26]. Allah adalah Allah bangsa-bangsa [Bdk. Mzm. 47:9-10]. Ia tidak hanya mengasihi Israel saja, tetapi juga Edom, Mesir, bahkansemua bangsa-bangsa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia". [Yoh 3:16-17] Allah mengasihi dunia dan manusia yang hidup di sana dan manusia diperintahkan-Nya untuk mengolah dan menaklukkannya. [Bdk Kej. 1:38]
Sebagaimana kelahiran Yesus Kristus adalah bagi semua orang, maka umat Kristiani pun hidup bersama dan bagi semua orang. "Semua orang" adalah siapa saja yang hidup dan bertetangga dengan kita, tanpa membeda-bedakan, sebagaimana Allah, Bapa di surga, juga menyinarkan matahari-Nya dan menurunkan hujan-Nya kepada semua orang tanpa membeda-bedakan. [Bdk. Mat 5:45] Di dalam interaksi kita dengan sesama, pemahaman ini meliputi semua bidang kehidupan. Yesus Kristus memerintahkan, agar kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. [Bdk. Mat. 22:39] Itulah hakikat inkarnasi Ilahi di dalam diri Yesus Kristus yang adalah Manusia bagi orang lain. Kelahiran Yesus Kristus mendasari relasi kita dengan orang lain. Maka kita menjalin relasi dengan sesama, tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan.
2. Dalam semangat inilah kita merayakan Natal sambil merefleksikan segala peristiwa yang telah kita lalui di tahun 2009 seperti misalnya Krisis Ekonomi Global, Pemilihan Umum, Aksi Terorisme sampai dengan Bencana Alam yang melanda beberapa wilayah Tanahair kita. Segala peristiwa tersebut mengingatkan kita untuk senantiasa menyadari kebesaran Tuhan dan membuat kita rendah hati di hadapan-Nya. Tuhan itu baik, karena Ia memampukan kita melewati semua peristiwa tersebut bersama sesama kita manusia. Maka Natal ini juga hendaknya memberikan kita hikmah dalam merencanakan hari esok yang lebih baik, bagi manusia dan bagi bumi tempat tinggalnya. Manusia yang diciptakan sebagai puncak dan mahkota karya penciptaan Allah, tidak bisa dilepaskan dari dunianya. Sungguh, "Tuhan itu baik bagi semua orang dan penuh rakhmat terhadap segala yang dijadikan-Nya". [Mzm. 145:9]
Oleh karena itu, kala merayakan peringatan kelahiran Yesus Kristus, Tuhan kita, kami mengajak seluruh umat Kristiani setanah-air untuk bersama-sama umat beragama lain menyatakan kebaikan Tuhan itu dalam semangat kebersamaan yang tulus-ikhlas untuk membangun negeri tercinta kita. Sebagai bagian integral bangsa, umat Kristiani di Indonesia adalah warganegara yang secara aktif turut mengambil bagian dalam upaya-upaya menyejahterakan bangsa, karena kesengsaraan bangsa adalah kesengsaraan kita dan kesejahteraan bangsa adalah kesejahteraan kita juga. Dengan pemahaman solidaritas seperti itu, umat Kristiani juga diharapkan turut melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang baru Negara ini, demi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata, termasuk juga demi terwujudnya upaya memulihkan keutuhan alam ciptaan yang menjadi lingkungan hidup kita. Merayakan Natal sebagai ungkapan penerimaan kedatangan Yesus Juruselamat, haruslah juga menjadi awal perubahan sikap dan tindakan untuk sesuatu yang lebih baik. Kedatangan Yesus bagi semua orang melalui karya-Nya, dahulu telah dipersiapkan oleh Yohanes Pembaptis dengan memaklumkan perubahan sikap dan tekad ini [Bdk. Mrk. 1:4; Luk. 3:3], baik melalui pewartaannya maupun melalui peri-hidupnya sendiri. Hal itu membuat mereka yang dijumpainya dan mendengar pewartaannya bertanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?" [Bdk. Luk. 3:10]
3. Karena itu, melalui pesan Natal ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani:
- untuk senantiasa menyadari kebaikan Tuhan, dan dengan demikian menyadari juga panggilan dan perutusannya untuk berbuat baik kepada sesamanya [Luk. 6:33; Gal. 6:9]. Kita dipanggil bukan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, sehingga kita dikalahkan oleh kejahatan, melainkan untuk mengalahkannya dengan kebaikan [Bdk. Rom 12:21], supaya dengan melihat perbuatan baik kita di dunia ini, orang memuliakan Bapa yang di surga [Bdk Mat. 5:16; 1Ptr. 2:12].
- untuk melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya, terutama yang direncanakan oleh Pemerintah dalam program-program pembangunan manusia seutuhnya. Kita juga dipanggil untuk terlibat aktif bersama dengan gerakan-gerakan atau apsirasi-aspirasi lain, yang mempunyai keprihatinan tulus, untuk mewujudkan masyarakat majemuk yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keikhlasan dan solidaritas memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.
- untuk ikut terlibat aktif dalam menyukseskan program-program bersama antara Pemerintah dan masyarakat demi keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya. Dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan, umat Kristiani hendaknya tidak hanya menjadi pelaku-serta saja, tetapi juga menjadi pemrakarsa.
Akhirnya, Saudara-saudari seiman yang terkasih, marilah kita berdoa juga bagi Pemerintah kita yang baru, yang dengan demokratis telah ikut kita tentukan para pengembannya, bersama dengan seluruh jajarannya dari pusat sampai ke daerah-daerah, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Itulah yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikianlah pesan kami. Selamat Natal 2009 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2010. Tuhan memberkati.
Jakarta, November 2009
Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
- Pdt. Dr. A.A. Yewangoe (Ketua Umum); Pdt. Dr. R. Daulay (Sekretaris Umum)
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
- Mgr. M.D.Situmorang OFMCap (Ketua); Mgr. A. Sutrisnaatmaka MSF (Sekr. Jenderal)
Selasa, Desember 01, 2009
Selasa, Oktober 27, 2009
Bersyukurlah, ada Api Penyucian!
Percaya atau tidak, Api Penyucian itu ada
Sewaktu saya tinggal di Filipina, saya pernah menonton sebuah talk-show dari saluran EWTN (Eternal Word Television Network), yang topiknya adalah Api Penyucian. Saya masih ingat, waktu itu pembicaranya yang bernama Mother Angelica, menerima pertanyaan dari pemirsa, yang rupanya tidak percaya akan adanya Api Penyucian, karena tidak ada kata “Api Penyucian” disebut di dalam Alkitab. Mother Angelica menjawab bahwa, memang kata “Api Penyucian” tidak secara eksplisit tercantum di dalam Alkitab, seperti juga kata ‘Trinitas’, atau ‘Inkarnasi’, namun kita percaya akan maksud dari kata-kata tersebut. Yang terpenting adalah ajarannya, bukan istilahnya. Dengan senyumnya yang khas Mother Angelica berkata dengan bijak, “Although you do not believe it, dear, it does not mean that it does not exist.” (Meskipun kamu tidak percaya, itu tidak berarti Api Penyucian tidak ada).
Apa itu Api Penyucian
Api Penyucian atau ‘purgatorium’ adalah ‘tempat’/ proses kita disucikan. Catatan: ‘Disucikan’ bukan ‘dicuci’, oleh sebab itu disebut Api Penyucian (bukan Api Pencucian). Gereja Katolik mengajarkan hal ini di dalam Katekismus Gereja Katolik # 1030-1032, yang dapat disarikan sebagai berikut:
1. Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian.
2. Pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka.
3. Kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka.
Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Dosa selalu membawa konsekuensi
Ada orang-orang yang berpikir bahwa jika Allah mengampuni, maka tidak ada lagi yang harus dipikirkan mengenai ‘akibat dosa’ sebagai konsekuensinya. Namun kenyataannya, hampir seluruh bagian Kitab Suci menceriterakan sebaliknya. Selalu saja ada konsekuensi yang ditanggung oleh manusia, jika ia berdosa terhadap Allah, meskipun Allah telah memberikan pengampunan. Kita melihat hal demikian, misalnya, pada Adam dan Hawa, setelah diampuni dosanya, diusir dari taman Eden (Kej 3:23-24). Raja Daud yang diampuni oleh Allah atas dosanya berzinah dengan Betsheba dan membunuh Uria, tetap dihukum oleh Tuhan dengan kematian anaknya (lihat 2 Sam 12:13-14). Nabi Musa dan Harun yang berdosa karena tidak percaya dan tidak menghormati Tuhan di hadapan umat Israel akhirnya tidak dapat masuk ke tanah terjanji (Bil 20:12). Nabi Zakharia, yang tidak percaya akan berita malaikat Gabriel, menjadi bisu (Luk 1:20). Dan masih banyak contoh lain, yang menunjukkan bahwa, selalu ada konsekuensi dari perbuatan kita.
Keponakan saya yang berumur 4 1/2 tahun mempunyai ‘problem’ kebiasaan (maaf) ‘pipis dan pupu’ di celana, dan tampaknya sering dilakukannya dengan sengaja. Sampai akhirnya sepupu saya mendidiknya demikian: setelah celananya kotor, keponakan saya itu disuruh mencuci sendiri celananya. Dengan hukuman ini, maka ia belajar bertanggung jawab, agar kelak ia tidak mengulangi perbuatan itu. Jika kita yang manusia saja mendidik anak-anak dengan mengajarkan adanya ‘konsekuensi’ demi kebaikan mereka, maka Allah yang jauh lebih bijaksana, juga mendidik kita dengan cara demikian, namun tentu saja dengan derajat keadilan yang sempurna. Sebab pada akhirnya, yang diinginkan Allah adalah kita menjadi benar-benar kudus, sehingga siap untuk bersatu dengan Dia yang Kudus di surga. Kekudusan ini harus menjadi milik jiwa kita sendiri dan bukan seolah-olah kita hanya ‘diselubungi’ oleh kekudusan Kristus, padahal di balik selubung itu jiwa kita masih penuh dosa. Allah menginginkan kita agar kita menjadi kudus dan sempurna (lih. Im 19:2; Mat 5:48). Maka, jika kita belum sepenuhnya kudus, pada saat kita meninggal, kita masih harus disucikan terlebih dahulu di Api Penyucian, sebelum dapat bersatu dengan Tuhan di surga. Pengingkaran akan adanya Api Penyucian sama dengan pengingkaran akan keadilan Tuhan. Padahal Keadilan –sama seperti Kasih dan Kesetiaan- adalah hakekat Tuhan, yang tidak dapat disangkal oleh Tuhan sendiri (lih. 2 Tim 2:13).
Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Ada perbedaan antara dosa berat dan dosa ringan
Selain masalah konsekuensi dosa, ada pula pengertian dasar mengenai dosa berat dan dosa ringan yang penting kita ketahui untuk memahami pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ada orang berpendapat bahwa semua dosa sama saja, namun Alkitab tidak mengatakan demikian. Pembedaan dosa berat dan dosa ringan disebutkan di dalam surat Rasul Yohanes. Dosa ringan dikatakan sebagai dosa yang tidak mendatangkan maut, sedangkan dosa berat, yang mendatangkan maut (1 Yoh 5: 16-17). Rasul Yakobus juga membedakan kedua jenis dosa; dengan membedakan dosa yang awal dan dosa yang matang (Yak 1:14-15).
Konsekuensi dari pengajaran ini adalah jika kita meninggal dalam keadaan sempurna dalam rahmat Allah, maka kita dapat langsung masuk surga. Namun, jika kita meninggal dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, maka kita masuk neraka. Jika kita dalam keadaan di tengah-tengah: meninggal dalam rahmat, namun masih mempunyai dosa ringan atau masih menanggung konsekuensi dari dosa-dosa yang sudah diampuni, maka kita masuk ke ‘tempat’ yang lain, yaitu, Api Penyucian.
Api penyucian ada karena keadilan Allah: Kita diselamatkan bukan hanya karena iman saja, tetapi oleh kasih karunia Allah, yang harus diwujudkan dalam perbuatan kasih.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia Allah oleh iman (lih. Ef 2:8, Tit 2:11; 3:7). Dan iman ini harus dinyatakan dan disertai dengan perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka iman kita itu mati (lih. Yak 2:17, 24, 26). Perbuatan kasih yang didasari iman inilah yang menjadi ukuran pada hari Penghakiman, apakah kasih kita sudah sempurna sehingga kita dapat masuk surga atau sebaliknya, ke neraka. Ataukah karena kasih kita belum sempurna, maka kita perlu disempurnakan dahulu di dalam suatu tempat/ kondisi yang ketiga, yaitu yang kita kenal sebagai Api Penyucian.
Sedangkan pada saat kita masih hidup, perbuatan kasih ini dapat dinyatakan dalam bentuk tindakan langsung, kata-kata atau dengan doa. Doa syafaat yang dipanjatkan dapat dinyatakan dengan mendoakan sesama yang masih hidup di dunia, maupun mendoakan mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, maka Gereja Katolik mengajarkan akan adanya Api Penyucian, dan bahwa kita boleh, atau bahkan harus mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada di dalamnya, agar mereka dapat segera masuk dalam kebahagiaan surgawi.
Dasar dari Kitab Suci
Keberadaaan Api Penyucian bersumber dari ajaran Kitab Suci, yaitu dalam beberapa ayat berikut ini:
1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus (Is 6:3). Maka kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16), sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Melihat bahwa memang tidak mungkin orang yang ‘setengah kudus’ langsung masuk surga, maka sungguh patut kita syukuri jika Allah memberikan kesempatan pemurnian di dalam Api Penyucian.
2. Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus, “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32) Di sini Yesus mengajarkan bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka pengampunan dosa yang ada setelah kematian terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.
3. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada akhirnya segala pekerjaan kita akan diuji oleh Tuhan. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15) Api ini tidak mungkin merupakan api neraka, sebab dari api neraka tidak ada yang dapat diselamatkan. Api ini juga bukan surga, sebab di surga tidak ada yang ‘menderita kerugian’. Sehingga ‘api’ di sini menunjukkan adanya kondisi tengah-tengah, di mana jiwa-jiwa mengalami kerugian sementara untuk mencapai surga.
4. Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan, “Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (’limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Pet 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.
5. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ketika Yudas Makabe dan anak buahnya hendak menguburkan jenazah pasukan yang gugur di pertempuran, mereka menemukan adanya jimat dan berhala kota Yamnia pada tiap jenazah itu. Maka Yudas mengumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem, untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Perbuatan ini dipuji sebagai “perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan” (ay.43); sebab perbuatan ini didasari oleh pengharapan akan kebangkitan orang-orang mati. Korban penebus salah ini ditujukan agar mereka yang sudah mati itu dilepaskan dari dosa mereka (ay. 45).
Memang saudara-saudari kita yang Protestan tidak mengakui adanya Kitab Makabe ini, namun ini tidak mengubah tiga kenyataan penting: Pertama, bahwa penghapusan Kitab Makabe ini sejalan dengan doktrin Protestan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya diperoleh dengan iman saja atau “Sola Fide, Salvation by faith alone”, walaupun Alkitab tidak menyatakan hal itu. Sebab kata ‘faith alone’/ ‘hanya iman’ yang ada di Alkitab malah menyebutkan sebaliknya, yaitu “…bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman”/ not by faith alone (Yak 2:24). Maka, berdoa bagi orang meninggal yang termasuk sebagai perbuatan kasih, menurut Luther tidak mempengaruhi keselamatan, sedangkan menurut Gereja Katolik itu merupakan hal yang mulia, yang jika dilakukan di dalam iman, akan membawa kita dan orang-orang yang kita doakan kepada keselamatan oleh karena kasih karunia Tuhan Yesus.
Kedua, tradisi berdoa bagi jiwa orang-orang yang sudah meninggal merupakan tradisi Yahudi, yang dimulai pada abad ke-1 sebelum Masehi, sampai sekarang. Maka, tradisi ini juga bukan tradisi yang asing bagi Yesus. Ketiga, Kitab Makabe ini bukan rekayasa Gereja Katolik, sebab menurut sejarah, kitab ini sudah selesai ditulis antara tahun 104-63 sebelum masehi. Karena itu kita dapat meyakini keaslian isi ajarannya.
6. Rasul Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lihat 2 Tim 1:16-18). Rasul Paulus berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu pada saat kematiannya. Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian.
Selanjutnya, keberadaan Api Penyucian berkaitan dengan Gereja Katolik tentang dua macam ‘hari penghakiman’. Yang pertama, ‘particular judgment’ (pengadilan khusus), yaitu sesaat setelah kita meninggal, saat kita masing-masing diadili secara pribadi oleh Yesus Kristus; dan kedua adalah ‘general/ last judgment’ (pengadilan umum/ terakhir), yaitu pada akhir zaman, saat kita diadili oleh Yesus Kristus di hadapan semua manusia:
1. Segera setelah kita meninggal, kita akan diadili, dan ini dikenal sebagai ‘pengadilan khusus’. “…manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9:27) Kisah orang kaya dan Lazarus juga menggambarkan akibat penghakiman yang diadakan segera setelah kematian (Luk 16:19-31). Setelah diadili secara pribadi, jiwa-jiwa ditentukan untuk masuk Surga, Api Penyucian atau Neraka sesuai dengan perbuatan manusia tersebut. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan kudus, maka jiwa kita dapat segera masuk surga. Jika belum sepenuhnya kudus, karena masih ada faktor ‘cinta diri’ yang menghalangi persatuan sepenuhnya dengan Tuhan, maupun masih ada akibat dosa yang harus kita tanggung, maka jiwa kita disucikan dulu di Api Penyucian. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat maka keadaan ini membawa jiwa kita ke neraka.
2. Pada akhir jaman, setelah kebangkitan badan, kita (jiwa dan badan) akan diadili dalam Pengadilan Umum/ Terakhir. Pada saat inilah segala perbuatan baik dan jahat dipermaklumkan di hadapan semua mahluk, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan.”(Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Hasil Pengadilan itu akan membawa penghargaan ataupun penghukuman, bagi jiwa dan badan. Tubuh dan jiwa manusia bersatu di Surga, apabila ia memang layak menerima ‘penghargaan’ tersebut; inilah yang disebut sebagai kebahagiaan sempurna dan kekal di dalam Tuhan. Atau sebaliknya, tubuh dan jiwa manusia masuk ke neraka, jika keadilan Tuhan menentukan demikian, sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri; inilah yang disebut sebagai siksa kekal. Setelah akhir jaman, yang ada tinggal Surga dan Neraka, tidak ada lagi Api Penyucian, sebab semua yang ada di dalam Api Penyucian akan beralih ke Surga.
Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja dan Tradisi Suci Gereja
1. Tertullian (160-220), mengajarkan agar para istri mendoakan suaminya yang meninggal dan mendoakannya dengan Misa Kudus, setiap memperingati hari wafat suaminya.
2. St. Cyril dari Yerusalem (315-386) mengajarkan agar kita mempersembahkan permohonan bagi orang-orang yang telah meninggal, dan mempersembahkan kurban Kristus [dalam Misa Kudus] yang menghapus dosa-dosa kita dan mohon belas kasihan Allah kepada mereka dan kita sendiri.
3. St. Yohanes Krisostomus (347-407) mengajarkan agar kita rajin mendoakan jiwa sesama yang sudah meninggal.”Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh Bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka.
4. St. Agustinus (354-430) mengajarkan, bahwa hukuman sementara sebagai konsekuensi dari dosa, telah dialami oleh sebagian orang selama masih hidup di dunia ini, namun bagi sebagian orang yang lain, dialami di masa hidup maupun di hidup yang akan datang; namun semua itu dialami sebelum Penghakiman Terakhir. Namun, yang mengalami hukuman sementara setelah kematian, tidak akan mengalami hukuman abadi setelah Penghakiman terakhir tersebut.
5. St. Gregorius Agung (540-604),“Kita harus percaya bahwa sebelum Pengadilan [Terakhir] masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, ‘di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, [sedangkan dosa] yang lain di dunia lain.”
6. Konsili Firenze (1439) dan Trente (1563), menjabarkan doktrin tentang Api Penyucian ini. Konsili Firenze menyebutkan, “Dan jika mereka bertobat dan meninggal dalam kasih Tuhan sebelum melunasi penitensi dosa mereka…, jiwa mereka dimurnikan setelah kematian dalam Api Penyucian. Untuk membebaskan mereka, tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman yang masih hidup dapat membantu mereka, yaitu: Kurban Misa, doa-doa, derma, dan perbuatan kudus lainnya yang diberikan untuk umat beriman yang lain, sesuai dengan praktek Gereja. Hal demikian dinyatakan kembali dalam
Konsili Trente, yang menegaskan keberadaan Api Penyucian, perlunya tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman untuk mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalamnya, terutama dengan Misa Kudus. Terlihat di sini bahwa pengajaran tentang Api Penyucian bukanlah ‘karangan’ manusia, melainkan berdasar pada Kitab suci dan diturun temurunkan dengan setia oleh Gereja. Jika kita manusia harus memilih, tentu lebih ‘enak’ jika tidak ada konsekuensi yang harus kita bayar. Misalnya, pada anggapan: ‘Pokoknya sudah beriman pasti langsung masuk surga. Sekali selamat, pasti selamat.’ Gereja Katolik, yang setia pada pengajaran para rasul, tidak mengajarkan demikian. Walau kita telah menerima rahmat keselamatan melalui Pembaptisan, kita harus menjaga rahmat itu dengan setia menjalani segala perintah Tuhan sampai akhir hidup kita. Jika kenyataannya kita belum sempurna, namun kita sudah ‘keburu’ dipanggil Tuhan, maka ada kesempatan bagi kita untuk disucikan di Api Penyucian, sebelum kita dapat masuk ke surga. Bukankah kita perlu bersyukur untuk hal ini? Sebab jika tidak ada Api Penyucian, betapa sedikitnya orang yang dapat masuk surga!
Jadi, ingatlah ketiga hal ini tentang Api Penyucian
1. Hanya orang yang belum sempurna dalam rahmat yang dapat masuk ke dalam Api Penyucian. Api Penyucian bukan merupakan kesempatan kedua bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat dari dosa berat.
2. Api Penyucian ada untuk memurnikan dan memperbaiki. Akibat dari dosa dibersihkan, dan hukuman/ konsekuensi dosa ‘dilunasi’.
3. Api Penyucian itu hanya sementara. Setelah disucikan di sini, jiwa-jiwa dapat masuk surga. Semua yang masuk Api Penyucian ini akan masuk surga. Api Penyucian tidak ada lagi pada akhir jaman, sebab setelah itu yang ada hanya tinggal Surga dan neraka.
Jangan ragu mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian
Ayah saya meninggal pada tahun 2003 yang lalu. Saya selalu mengenangnya, terutama akan segala teladan iman dan kasihnya semasa hidupnya. Saya bersyukur bahwa sebelum wafatnya, ia sempat menerima sakramen Pengurapan orang sakit dan menerima Komuni Suci. Sejak saat meninggalnya sampai sekarang, saya mengingatnya dalam doa-doa saya, saat saya mengikuti Misa kudus, dan secara khusus saya mempersembahkan ujud Misa baginya, yaitu pada saat memperingati hari wafatnya, hari arwah, dan hari ulang tahunnya. Saya percaya, bahwa sebagai anggota Tubuh Kristus, maka tidak ada yang dapat memisahkan kami, sebab kami dipersatukan di dalam kasih Kristus. Tentu saya berharap agar ayah saya sudah dibebaskan dari Api Penyucian, dan dengan demikian, Tuhan dapat mengarahkan doa saya untuk menolong jiwa- jiwa yang lain.
Dengan mendoakan mereka yang sudah meninggal, saya diingatkan bahwa suatu saat akan tiba bagi saya sendiri untuk dipanggil Tuhan. Dan saat itu sayapun membutuhkan doa-doa dari saudara/i seiman. Semoga mereka yang telah saya doakan juga akan mendoakan jiwa saya, jika tiba saatnya nanti. Demikianlah, indahnya kesatuan kasih antara umat beriman. Kita saling mendoakan, bukan karena menganggap kuasa Tuhan kurang ‘ampuh’ untuk membawa kita kepada keselamatan. Melainkan karena kita menjalankan perintah-Nya, yaitu agar kita saling mendoakan dan saling menanggung beban, untuk memenuhi hukum Kristus (Gal 6:2); dan dengan demikian kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Tuhan. Sebab di dalam Kristus, kita semua memiliki pengharapan akan kasih Tuhan yang mengatasi segala sesuatu. Maka kita dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup… tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8:38-39). *****
Ditulis oleh Inggrid Listiati dalam www.katolisitas.org
Sewaktu saya tinggal di Filipina, saya pernah menonton sebuah talk-show dari saluran EWTN (Eternal Word Television Network), yang topiknya adalah Api Penyucian. Saya masih ingat, waktu itu pembicaranya yang bernama Mother Angelica, menerima pertanyaan dari pemirsa, yang rupanya tidak percaya akan adanya Api Penyucian, karena tidak ada kata “Api Penyucian” disebut di dalam Alkitab. Mother Angelica menjawab bahwa, memang kata “Api Penyucian” tidak secara eksplisit tercantum di dalam Alkitab, seperti juga kata ‘Trinitas’, atau ‘Inkarnasi’, namun kita percaya akan maksud dari kata-kata tersebut. Yang terpenting adalah ajarannya, bukan istilahnya. Dengan senyumnya yang khas Mother Angelica berkata dengan bijak, “Although you do not believe it, dear, it does not mean that it does not exist.” (Meskipun kamu tidak percaya, itu tidak berarti Api Penyucian tidak ada).
Apa itu Api Penyucian
Api Penyucian atau ‘purgatorium’ adalah ‘tempat’/ proses kita disucikan. Catatan: ‘Disucikan’ bukan ‘dicuci’, oleh sebab itu disebut Api Penyucian (bukan Api Pencucian). Gereja Katolik mengajarkan hal ini di dalam Katekismus Gereja Katolik # 1030-1032, yang dapat disarikan sebagai berikut:
1. Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian.
2. Pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka.
3. Kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka.
Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Dosa selalu membawa konsekuensi
Ada orang-orang yang berpikir bahwa jika Allah mengampuni, maka tidak ada lagi yang harus dipikirkan mengenai ‘akibat dosa’ sebagai konsekuensinya. Namun kenyataannya, hampir seluruh bagian Kitab Suci menceriterakan sebaliknya. Selalu saja ada konsekuensi yang ditanggung oleh manusia, jika ia berdosa terhadap Allah, meskipun Allah telah memberikan pengampunan. Kita melihat hal demikian, misalnya, pada Adam dan Hawa, setelah diampuni dosanya, diusir dari taman Eden (Kej 3:23-24). Raja Daud yang diampuni oleh Allah atas dosanya berzinah dengan Betsheba dan membunuh Uria, tetap dihukum oleh Tuhan dengan kematian anaknya (lihat 2 Sam 12:13-14). Nabi Musa dan Harun yang berdosa karena tidak percaya dan tidak menghormati Tuhan di hadapan umat Israel akhirnya tidak dapat masuk ke tanah terjanji (Bil 20:12). Nabi Zakharia, yang tidak percaya akan berita malaikat Gabriel, menjadi bisu (Luk 1:20). Dan masih banyak contoh lain, yang menunjukkan bahwa, selalu ada konsekuensi dari perbuatan kita.
Keponakan saya yang berumur 4 1/2 tahun mempunyai ‘problem’ kebiasaan (maaf) ‘pipis dan pupu’ di celana, dan tampaknya sering dilakukannya dengan sengaja. Sampai akhirnya sepupu saya mendidiknya demikian: setelah celananya kotor, keponakan saya itu disuruh mencuci sendiri celananya. Dengan hukuman ini, maka ia belajar bertanggung jawab, agar kelak ia tidak mengulangi perbuatan itu. Jika kita yang manusia saja mendidik anak-anak dengan mengajarkan adanya ‘konsekuensi’ demi kebaikan mereka, maka Allah yang jauh lebih bijaksana, juga mendidik kita dengan cara demikian, namun tentu saja dengan derajat keadilan yang sempurna. Sebab pada akhirnya, yang diinginkan Allah adalah kita menjadi benar-benar kudus, sehingga siap untuk bersatu dengan Dia yang Kudus di surga. Kekudusan ini harus menjadi milik jiwa kita sendiri dan bukan seolah-olah kita hanya ‘diselubungi’ oleh kekudusan Kristus, padahal di balik selubung itu jiwa kita masih penuh dosa. Allah menginginkan kita agar kita menjadi kudus dan sempurna (lih. Im 19:2; Mat 5:48). Maka, jika kita belum sepenuhnya kudus, pada saat kita meninggal, kita masih harus disucikan terlebih dahulu di Api Penyucian, sebelum dapat bersatu dengan Tuhan di surga. Pengingkaran akan adanya Api Penyucian sama dengan pengingkaran akan keadilan Tuhan. Padahal Keadilan –sama seperti Kasih dan Kesetiaan- adalah hakekat Tuhan, yang tidak dapat disangkal oleh Tuhan sendiri (lih. 2 Tim 2:13).
Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Ada perbedaan antara dosa berat dan dosa ringan
Selain masalah konsekuensi dosa, ada pula pengertian dasar mengenai dosa berat dan dosa ringan yang penting kita ketahui untuk memahami pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ada orang berpendapat bahwa semua dosa sama saja, namun Alkitab tidak mengatakan demikian. Pembedaan dosa berat dan dosa ringan disebutkan di dalam surat Rasul Yohanes. Dosa ringan dikatakan sebagai dosa yang tidak mendatangkan maut, sedangkan dosa berat, yang mendatangkan maut (1 Yoh 5: 16-17). Rasul Yakobus juga membedakan kedua jenis dosa; dengan membedakan dosa yang awal dan dosa yang matang (Yak 1:14-15).
Konsekuensi dari pengajaran ini adalah jika kita meninggal dalam keadaan sempurna dalam rahmat Allah, maka kita dapat langsung masuk surga. Namun, jika kita meninggal dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, maka kita masuk neraka. Jika kita dalam keadaan di tengah-tengah: meninggal dalam rahmat, namun masih mempunyai dosa ringan atau masih menanggung konsekuensi dari dosa-dosa yang sudah diampuni, maka kita masuk ke ‘tempat’ yang lain, yaitu, Api Penyucian.
Api penyucian ada karena keadilan Allah: Kita diselamatkan bukan hanya karena iman saja, tetapi oleh kasih karunia Allah, yang harus diwujudkan dalam perbuatan kasih.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia Allah oleh iman (lih. Ef 2:8, Tit 2:11; 3:7). Dan iman ini harus dinyatakan dan disertai dengan perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka iman kita itu mati (lih. Yak 2:17, 24, 26). Perbuatan kasih yang didasari iman inilah yang menjadi ukuran pada hari Penghakiman, apakah kasih kita sudah sempurna sehingga kita dapat masuk surga atau sebaliknya, ke neraka. Ataukah karena kasih kita belum sempurna, maka kita perlu disempurnakan dahulu di dalam suatu tempat/ kondisi yang ketiga, yaitu yang kita kenal sebagai Api Penyucian.
Sedangkan pada saat kita masih hidup, perbuatan kasih ini dapat dinyatakan dalam bentuk tindakan langsung, kata-kata atau dengan doa. Doa syafaat yang dipanjatkan dapat dinyatakan dengan mendoakan sesama yang masih hidup di dunia, maupun mendoakan mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, maka Gereja Katolik mengajarkan akan adanya Api Penyucian, dan bahwa kita boleh, atau bahkan harus mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada di dalamnya, agar mereka dapat segera masuk dalam kebahagiaan surgawi.
Dasar dari Kitab Suci
Keberadaaan Api Penyucian bersumber dari ajaran Kitab Suci, yaitu dalam beberapa ayat berikut ini:
1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus (Is 6:3). Maka kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16), sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Melihat bahwa memang tidak mungkin orang yang ‘setengah kudus’ langsung masuk surga, maka sungguh patut kita syukuri jika Allah memberikan kesempatan pemurnian di dalam Api Penyucian.
2. Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus, “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32) Di sini Yesus mengajarkan bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka pengampunan dosa yang ada setelah kematian terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.
3. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada akhirnya segala pekerjaan kita akan diuji oleh Tuhan. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15) Api ini tidak mungkin merupakan api neraka, sebab dari api neraka tidak ada yang dapat diselamatkan. Api ini juga bukan surga, sebab di surga tidak ada yang ‘menderita kerugian’. Sehingga ‘api’ di sini menunjukkan adanya kondisi tengah-tengah, di mana jiwa-jiwa mengalami kerugian sementara untuk mencapai surga.
4. Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan, “Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (’limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Pet 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.
5. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ketika Yudas Makabe dan anak buahnya hendak menguburkan jenazah pasukan yang gugur di pertempuran, mereka menemukan adanya jimat dan berhala kota Yamnia pada tiap jenazah itu. Maka Yudas mengumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem, untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Perbuatan ini dipuji sebagai “perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan” (ay.43); sebab perbuatan ini didasari oleh pengharapan akan kebangkitan orang-orang mati. Korban penebus salah ini ditujukan agar mereka yang sudah mati itu dilepaskan dari dosa mereka (ay. 45).
Memang saudara-saudari kita yang Protestan tidak mengakui adanya Kitab Makabe ini, namun ini tidak mengubah tiga kenyataan penting: Pertama, bahwa penghapusan Kitab Makabe ini sejalan dengan doktrin Protestan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya diperoleh dengan iman saja atau “Sola Fide, Salvation by faith alone”, walaupun Alkitab tidak menyatakan hal itu. Sebab kata ‘faith alone’/ ‘hanya iman’ yang ada di Alkitab malah menyebutkan sebaliknya, yaitu “…bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman”/ not by faith alone (Yak 2:24). Maka, berdoa bagi orang meninggal yang termasuk sebagai perbuatan kasih, menurut Luther tidak mempengaruhi keselamatan, sedangkan menurut Gereja Katolik itu merupakan hal yang mulia, yang jika dilakukan di dalam iman, akan membawa kita dan orang-orang yang kita doakan kepada keselamatan oleh karena kasih karunia Tuhan Yesus.
Kedua, tradisi berdoa bagi jiwa orang-orang yang sudah meninggal merupakan tradisi Yahudi, yang dimulai pada abad ke-1 sebelum Masehi, sampai sekarang. Maka, tradisi ini juga bukan tradisi yang asing bagi Yesus. Ketiga, Kitab Makabe ini bukan rekayasa Gereja Katolik, sebab menurut sejarah, kitab ini sudah selesai ditulis antara tahun 104-63 sebelum masehi. Karena itu kita dapat meyakini keaslian isi ajarannya.
6. Rasul Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lihat 2 Tim 1:16-18). Rasul Paulus berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu pada saat kematiannya. Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian.
Selanjutnya, keberadaan Api Penyucian berkaitan dengan Gereja Katolik tentang dua macam ‘hari penghakiman’. Yang pertama, ‘particular judgment’ (pengadilan khusus), yaitu sesaat setelah kita meninggal, saat kita masing-masing diadili secara pribadi oleh Yesus Kristus; dan kedua adalah ‘general/ last judgment’ (pengadilan umum/ terakhir), yaitu pada akhir zaman, saat kita diadili oleh Yesus Kristus di hadapan semua manusia:
1. Segera setelah kita meninggal, kita akan diadili, dan ini dikenal sebagai ‘pengadilan khusus’. “…manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9:27) Kisah orang kaya dan Lazarus juga menggambarkan akibat penghakiman yang diadakan segera setelah kematian (Luk 16:19-31). Setelah diadili secara pribadi, jiwa-jiwa ditentukan untuk masuk Surga, Api Penyucian atau Neraka sesuai dengan perbuatan manusia tersebut. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan kudus, maka jiwa kita dapat segera masuk surga. Jika belum sepenuhnya kudus, karena masih ada faktor ‘cinta diri’ yang menghalangi persatuan sepenuhnya dengan Tuhan, maupun masih ada akibat dosa yang harus kita tanggung, maka jiwa kita disucikan dulu di Api Penyucian. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat maka keadaan ini membawa jiwa kita ke neraka.
2. Pada akhir jaman, setelah kebangkitan badan, kita (jiwa dan badan) akan diadili dalam Pengadilan Umum/ Terakhir. Pada saat inilah segala perbuatan baik dan jahat dipermaklumkan di hadapan semua mahluk, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan.”(Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Hasil Pengadilan itu akan membawa penghargaan ataupun penghukuman, bagi jiwa dan badan. Tubuh dan jiwa manusia bersatu di Surga, apabila ia memang layak menerima ‘penghargaan’ tersebut; inilah yang disebut sebagai kebahagiaan sempurna dan kekal di dalam Tuhan. Atau sebaliknya, tubuh dan jiwa manusia masuk ke neraka, jika keadilan Tuhan menentukan demikian, sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri; inilah yang disebut sebagai siksa kekal. Setelah akhir jaman, yang ada tinggal Surga dan Neraka, tidak ada lagi Api Penyucian, sebab semua yang ada di dalam Api Penyucian akan beralih ke Surga.
Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja dan Tradisi Suci Gereja
1. Tertullian (160-220), mengajarkan agar para istri mendoakan suaminya yang meninggal dan mendoakannya dengan Misa Kudus, setiap memperingati hari wafat suaminya.
2. St. Cyril dari Yerusalem (315-386) mengajarkan agar kita mempersembahkan permohonan bagi orang-orang yang telah meninggal, dan mempersembahkan kurban Kristus [dalam Misa Kudus] yang menghapus dosa-dosa kita dan mohon belas kasihan Allah kepada mereka dan kita sendiri.
3. St. Yohanes Krisostomus (347-407) mengajarkan agar kita rajin mendoakan jiwa sesama yang sudah meninggal.”Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh Bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka.
4. St. Agustinus (354-430) mengajarkan, bahwa hukuman sementara sebagai konsekuensi dari dosa, telah dialami oleh sebagian orang selama masih hidup di dunia ini, namun bagi sebagian orang yang lain, dialami di masa hidup maupun di hidup yang akan datang; namun semua itu dialami sebelum Penghakiman Terakhir. Namun, yang mengalami hukuman sementara setelah kematian, tidak akan mengalami hukuman abadi setelah Penghakiman terakhir tersebut.
5. St. Gregorius Agung (540-604),“Kita harus percaya bahwa sebelum Pengadilan [Terakhir] masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, ‘di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, [sedangkan dosa] yang lain di dunia lain.”
6. Konsili Firenze (1439) dan Trente (1563), menjabarkan doktrin tentang Api Penyucian ini. Konsili Firenze menyebutkan, “Dan jika mereka bertobat dan meninggal dalam kasih Tuhan sebelum melunasi penitensi dosa mereka…, jiwa mereka dimurnikan setelah kematian dalam Api Penyucian. Untuk membebaskan mereka, tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman yang masih hidup dapat membantu mereka, yaitu: Kurban Misa, doa-doa, derma, dan perbuatan kudus lainnya yang diberikan untuk umat beriman yang lain, sesuai dengan praktek Gereja. Hal demikian dinyatakan kembali dalam
Konsili Trente, yang menegaskan keberadaan Api Penyucian, perlunya tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman untuk mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalamnya, terutama dengan Misa Kudus. Terlihat di sini bahwa pengajaran tentang Api Penyucian bukanlah ‘karangan’ manusia, melainkan berdasar pada Kitab suci dan diturun temurunkan dengan setia oleh Gereja. Jika kita manusia harus memilih, tentu lebih ‘enak’ jika tidak ada konsekuensi yang harus kita bayar. Misalnya, pada anggapan: ‘Pokoknya sudah beriman pasti langsung masuk surga. Sekali selamat, pasti selamat.’ Gereja Katolik, yang setia pada pengajaran para rasul, tidak mengajarkan demikian. Walau kita telah menerima rahmat keselamatan melalui Pembaptisan, kita harus menjaga rahmat itu dengan setia menjalani segala perintah Tuhan sampai akhir hidup kita. Jika kenyataannya kita belum sempurna, namun kita sudah ‘keburu’ dipanggil Tuhan, maka ada kesempatan bagi kita untuk disucikan di Api Penyucian, sebelum kita dapat masuk ke surga. Bukankah kita perlu bersyukur untuk hal ini? Sebab jika tidak ada Api Penyucian, betapa sedikitnya orang yang dapat masuk surga!
Jadi, ingatlah ketiga hal ini tentang Api Penyucian
1. Hanya orang yang belum sempurna dalam rahmat yang dapat masuk ke dalam Api Penyucian. Api Penyucian bukan merupakan kesempatan kedua bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat dari dosa berat.
2. Api Penyucian ada untuk memurnikan dan memperbaiki. Akibat dari dosa dibersihkan, dan hukuman/ konsekuensi dosa ‘dilunasi’.
3. Api Penyucian itu hanya sementara. Setelah disucikan di sini, jiwa-jiwa dapat masuk surga. Semua yang masuk Api Penyucian ini akan masuk surga. Api Penyucian tidak ada lagi pada akhir jaman, sebab setelah itu yang ada hanya tinggal Surga dan neraka.
Jangan ragu mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian
Ayah saya meninggal pada tahun 2003 yang lalu. Saya selalu mengenangnya, terutama akan segala teladan iman dan kasihnya semasa hidupnya. Saya bersyukur bahwa sebelum wafatnya, ia sempat menerima sakramen Pengurapan orang sakit dan menerima Komuni Suci. Sejak saat meninggalnya sampai sekarang, saya mengingatnya dalam doa-doa saya, saat saya mengikuti Misa kudus, dan secara khusus saya mempersembahkan ujud Misa baginya, yaitu pada saat memperingati hari wafatnya, hari arwah, dan hari ulang tahunnya. Saya percaya, bahwa sebagai anggota Tubuh Kristus, maka tidak ada yang dapat memisahkan kami, sebab kami dipersatukan di dalam kasih Kristus. Tentu saya berharap agar ayah saya sudah dibebaskan dari Api Penyucian, dan dengan demikian, Tuhan dapat mengarahkan doa saya untuk menolong jiwa- jiwa yang lain.
Dengan mendoakan mereka yang sudah meninggal, saya diingatkan bahwa suatu saat akan tiba bagi saya sendiri untuk dipanggil Tuhan. Dan saat itu sayapun membutuhkan doa-doa dari saudara/i seiman. Semoga mereka yang telah saya doakan juga akan mendoakan jiwa saya, jika tiba saatnya nanti. Demikianlah, indahnya kesatuan kasih antara umat beriman. Kita saling mendoakan, bukan karena menganggap kuasa Tuhan kurang ‘ampuh’ untuk membawa kita kepada keselamatan. Melainkan karena kita menjalankan perintah-Nya, yaitu agar kita saling mendoakan dan saling menanggung beban, untuk memenuhi hukum Kristus (Gal 6:2); dan dengan demikian kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Tuhan. Sebab di dalam Kristus, kita semua memiliki pengharapan akan kasih Tuhan yang mengatasi segala sesuatu. Maka kita dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup… tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8:38-39). *****
Ditulis oleh Inggrid Listiati dalam www.katolisitas.org
Senin, Oktober 05, 2009
MAJALAH LITURGI
INGIN BERLANGGANAN MAJALAH "LITURGI?"
Majalah "LITURGI, Sumber dan Puncak Kehidupan" merupakan majalah Komisi Liturgi KWI yang mengupas tema-tema seputar liturgi, berita, inspirasi homili Hari Minggu dan saran lagu (Puji Syukur). Majalah ini pantas dibaca dan dimiliki oleh umat kristiani, khususnya pemerhati, petugas dan penanggungjawab liturgi, misalnya: para imam, seksi liturgi, prodiakon, lektor, misdinar, dirigen, organis, dll.
Bagi Anda yang ingin berlangganan silahkan menghubungi "Redaksi Majalah Liturgi-Komisi Liturgi KWI" d.a. Jl. Cut Mutiah 10, Jakarta 10340. Tlp. 021-3153912 / 3154714, HP/SMS 08151080885, Fax 021-31907301 atau e-mail : komlit-kwi@kawali.org / komlikwi@yahoo.com.
Majalah ini terbit 2 bulan sekali. Harga langganan Rp 75.000,- / satu tahun (6 edisi). Uang langganan bisa dikirim lewat transfer Bank BCA no. rekening: 458 301 7901 atas nama Mitra Komisi Liturgi.
Majalah "LITURGI, Sumber dan Puncak Kehidupan" merupakan majalah Komisi Liturgi KWI yang mengupas tema-tema seputar liturgi, berita, inspirasi homili Hari Minggu dan saran lagu (Puji Syukur). Majalah ini pantas dibaca dan dimiliki oleh umat kristiani, khususnya pemerhati, petugas dan penanggungjawab liturgi, misalnya: para imam, seksi liturgi, prodiakon, lektor, misdinar, dirigen, organis, dll.
Bagi Anda yang ingin berlangganan silahkan menghubungi "Redaksi Majalah Liturgi-Komisi Liturgi KWI" d.a. Jl. Cut Mutiah 10, Jakarta 10340. Tlp. 021-3153912 / 3154714, HP/SMS 08151080885, Fax 021-31907301 atau e-mail : komlit-kwi@kawali.org / komlikwi@yahoo.com.
Majalah ini terbit 2 bulan sekali. Harga langganan Rp 75.000,- / satu tahun (6 edisi). Uang langganan bisa dikirim lewat transfer Bank BCA no. rekening: 458 301 7901 atas nama Mitra Komisi Liturgi.
Kamis, Oktober 01, 2009
Bulan Rosario 2009
Bulan Oktober adalah BULAN ROSARIO. Sebagaimana Tradisi Gereja dan kebiasaan kita pada bulan ini kita secara khusus menggiatkan devosi kepada Bunda Maria dalam doa Rosario, baik pribadi maupun bersama-sama.
Untuk membantu permenungan kita selama Bulan Rosario kami Kom. Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi KAPAL menerbitkan buku RENUNGAN HARIAN BULAN ROSARIO.
Buku ini berisikan renungan harian dengan tema-tema yang diambil dari gelar-gelar pujian kepada Bunda Maria. Dengan buku ini kita akan semakin mengenal dan mendalami apa makna gelar-gelar tersebut. Misalnya: mengapa Maria disebut sebagai Bunda Penolong Abadi, Bintang Laut, Tahta Kebijaksanaan, Benteng Daud, dll.
Buku telah dikirimkan ke masing-masing paroki dan komunitas biara. Bagi umat yang ingin memiliki silahkan memperbanyak sendiri.
Untuk membantu permenungan kita selama Bulan Rosario kami Kom. Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi KAPAL menerbitkan buku RENUNGAN HARIAN BULAN ROSARIO.
Buku ini berisikan renungan harian dengan tema-tema yang diambil dari gelar-gelar pujian kepada Bunda Maria. Dengan buku ini kita akan semakin mengenal dan mendalami apa makna gelar-gelar tersebut. Misalnya: mengapa Maria disebut sebagai Bunda Penolong Abadi, Bintang Laut, Tahta Kebijaksanaan, Benteng Daud, dll.
Buku telah dikirimkan ke masing-masing paroki dan komunitas biara. Bagi umat yang ingin memiliki silahkan memperbanyak sendiri.
SEMINAR DAN BEDAH BUKU
Dekanat I Kota Palembang bekerja sama dengan Legio Mariae dan Penerbit KANISIUS akan mengadakan SEMINAR DAN BEDAH BUKU "Selilit Sang Nabi" bersama penulis buku tersebut, yakni Rm. Edy Kristianto, OFM. Melalui acara ini kita akan melihat ajaran-ajaran "nyeleneh" yang ada dalam sejarah Gereja. Ajaran-ajaran itu sering disebut "bidaah" dan cukup merepotkan Gereja.
Seminar akan diadakan pada hari Sabtu, 17 Okt. 2009 di Aula Paroki St. Yoseph, Palembang, mulai pukul 19.00 WIB. Mari kita ikuti! Acara ini GRATIS....!!!
Seminar akan diadakan pada hari Sabtu, 17 Okt. 2009 di Aula Paroki St. Yoseph, Palembang, mulai pukul 19.00 WIB. Mari kita ikuti! Acara ini GRATIS....!!!
Selasa, Juli 14, 2009
PERTEMUAN KITAB SUCI BERSAMA ROMO PID
Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi KAPal mengundang para Imam, Frater, Biarawan & Biarawati Se-Dekanat I Kota Palembang, untuk hadir dalam pertemuan Kitab Suci bersama Rm. Dr. H. Pidyarto Gunawan, O.Carm (Romo Pid) yang akan diselenggarakan pada :
Hari, tanggal : Jumat, 31 Juli 2009 (pkl. 17.00 – 21.00 WIB) dan Sabtu, 1 Agustus 2009 (pkl. 09.00 WIB – selesai)
Tema : Homili dan Seputar Kitab Suci
Tempat : Aula RS RK Charitas, Palembang.
Demikianlah undangan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama kita semua, kami mengucapkan terimakasih.
Catatan :
• Jadwal acara akan disampaikan kemudian / menyusul.
• Jumlah peserta dari masing-masing komunitas tidak dibatasi.
• Pendaftaran / Konfirmasi kehadiran peserta paling lambat tanggal 20 Juli 2009.
• Contact Person : Komkat KAPal (0711-363549 pada jam kerja) atau Romanus Suharyono (081278389001)
Hari, tanggal : Jumat, 31 Juli 2009 (pkl. 17.00 – 21.00 WIB) dan Sabtu, 1 Agustus 2009 (pkl. 09.00 WIB – selesai)
Tema : Homili dan Seputar Kitab Suci
Tempat : Aula RS RK Charitas, Palembang.
Demikianlah undangan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama kita semua, kami mengucapkan terimakasih.
Catatan :
• Jadwal acara akan disampaikan kemudian / menyusul.
• Jumlah peserta dari masing-masing komunitas tidak dibatasi.
• Pendaftaran / Konfirmasi kehadiran peserta paling lambat tanggal 20 Juli 2009.
• Contact Person : Komkat KAPal (0711-363549 pada jam kerja) atau Romanus Suharyono (081278389001)
SEPUTAR BKSN 2009
Kepada :
Pastor Paroki, Pimpinan Komunitas Biarawan/biarawati, Pimpinan Yayasan / Lembaga Katolik dan Umat Allah Se-Keuskupan Agung Palembang
Info Seputar BKSN 2009
1. Bulan September mendatang, sebagaimana kebiasaan kita, merupakan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Tema BKSN 2009 ini adalah “Yakub Bergulat dengan Allah dan Manusia.”
2. Untuk menyemarakkan BKSN 2009, Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi KAPal mengadakan tiga kegiatan, yakni : [1] Pendalaman Iman, [2] Lompa cipta lagu, dan [3] Lomba cerita Kitab Suci. Seputar perlombaan cipta lagu dan cerita Kitab Suci akan disampaikan tersendiri.
3. Bahan pendalaman iman BKSN 2009 menggunakan bahan panduan yang telah dibuat oleh Komisi Kitab Suci KWI. Bahan tersebut telah disusun dan dibuat masing-masing untuk keperluan pertemuan lingkungan (umum), pertemuan kaum muda, pertemuan anak-anak dan bahan/teks liturgi pembukaan BKSN 2009. Untuk mendukung atau membantu para pemandu dalam mempersiapkan diri, bahan pertemuan BKSN 2009 juga dilengkapi dengan Bahan Pendukung.
4. Kami menghimbau dan mengharapkan agar Pastor Paroki, pimpinan komunitas dan pimpinan Yayasan / Lembaga Katolik di KAPal dapat mengumpulkan para calon pemandu BKSN 2009 guna mempersiapkan dan membekali mereka. Dengan demikian diharapkan pesan dan tujuan BKSN dapat tercapai. Waktu untuk mempersiapkan semua itu masih cukup banyak.
5. Setiap paroki, komunitas dan lembaga diharapkan dapat memperbanyak bahan BKSN 2009 sesuai dengan kebutuhan setempat.
6. Demikian informasi ini, semoga berkat Tuhan melimpah atas kita semua.
Pastor Paroki, Pimpinan Komunitas Biarawan/biarawati, Pimpinan Yayasan / Lembaga Katolik dan Umat Allah Se-Keuskupan Agung Palembang
Info Seputar BKSN 2009
1. Bulan September mendatang, sebagaimana kebiasaan kita, merupakan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Tema BKSN 2009 ini adalah “Yakub Bergulat dengan Allah dan Manusia.”
2. Untuk menyemarakkan BKSN 2009, Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi KAPal mengadakan tiga kegiatan, yakni : [1] Pendalaman Iman, [2] Lompa cipta lagu, dan [3] Lomba cerita Kitab Suci. Seputar perlombaan cipta lagu dan cerita Kitab Suci akan disampaikan tersendiri.
3. Bahan pendalaman iman BKSN 2009 menggunakan bahan panduan yang telah dibuat oleh Komisi Kitab Suci KWI. Bahan tersebut telah disusun dan dibuat masing-masing untuk keperluan pertemuan lingkungan (umum), pertemuan kaum muda, pertemuan anak-anak dan bahan/teks liturgi pembukaan BKSN 2009. Untuk mendukung atau membantu para pemandu dalam mempersiapkan diri, bahan pertemuan BKSN 2009 juga dilengkapi dengan Bahan Pendukung.
4. Kami menghimbau dan mengharapkan agar Pastor Paroki, pimpinan komunitas dan pimpinan Yayasan / Lembaga Katolik di KAPal dapat mengumpulkan para calon pemandu BKSN 2009 guna mempersiapkan dan membekali mereka. Dengan demikian diharapkan pesan dan tujuan BKSN dapat tercapai. Waktu untuk mempersiapkan semua itu masih cukup banyak.
5. Setiap paroki, komunitas dan lembaga diharapkan dapat memperbanyak bahan BKSN 2009 sesuai dengan kebutuhan setempat.
6. Demikian informasi ini, semoga berkat Tuhan melimpah atas kita semua.
LOMBA CERITA KITAB SUCI
Dalam rangka memeriahkan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009, Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi Keuskupan Agung Palembang akan menyelenggarakan “Lomba Cerita Kitab Suci”. Kami mengundang saudara-saudari untuk berpartisipasi dalam lomba tersebut. Lomba Cerita Kitab Suci terbuka bagi semua kelompok usia: Anak-anak, Remaja, Dewasa.
LATAR BELAKANG KEGIATAN :
1. Pelaksanaan Program Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi dalam Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009 dalam rangka memperkenalkan dan mendorong umat agar semakin mencintai Kitab Suci
2. Ingin mewujudkan harapan agar semua umat semakin mengenal cerita Kitab Suci dan akhirnya menjadi cnta terhadap Sabda Tuhan
3. Menggugah minat umat (anak, remaja, kaum muda dan dewasa) Katolik untuk menyumbangkan kemampuan mewartakan Sabda Tuhan dengan bercerita Kitab Suci bagi Gereja Keuskupan Agung Palembang.
MAKSUD DAN TUJUAN :
Menyelenggarakan kegiatan lomba Cerita Kitab Suci untuk Anak-anak, Remaja dan Dewasa tingkat keuskupan yang bersumber dari Alkitab, agar umat semakin mengenal dan mencintai Kitab Suci sehingga mampu terlibat dalam pewartaan Sabda Tuhan.
KATEGORI LOMBA:
1. Kelompok Anak-anak : dengan sumber bahan empat Injil
2. Kelompok Remaja – SMP : dengan sumber bahan Surat-surat Paulus
3. Kelompok Remaja – SMA : dengan sumber bahan Surat-surat Katolik
4. Kelompok Dewasa : dengan sumber bahan Perjanjian Lama
TEMA :
” Semakin Mengenal dan semakin mencintai Kitab Suci”
KETENTUAN LOMBA :
1. Tiap Paroki diadakan lomba Cerita Kitab Suci dan menentukan 1 wakil putra dan 1 putri per-kategori untuk dikirim dalam lomba tingkat Dekanat atau Distrik.
2. Tiap Distrik/ Dekanat diadakan lomba Cerita Kitab Suci dan menentukan 1 wakil putra dan 1 putri per-kategori untuk dikirim dalam lomba tingkat Keuskpan Agung Palembang.
3. Tingkat keuskupan mengadakan lomba untuk semua kategori dengan peserta para pemenang tingkat dekanat masing-masing kategori 1 putra dan 1 putri.
4. Tatacara lomba :
a. Peserta hadir 10 menit sebelum acara lomba dilaksanakan
b. Panitia akan menjelaskan tatacara dan tatatertib lomba kepada peserta, termasuk penjelasan tehknik bercerita
c. Peserta akan ditunjukkan bahan (teks Kitab Suci) 20 menit sebelum tampil dengan ketentuan bahan Kitab Suci sesuai dengan kategori masing-masing.
d. Panitia akan mengadakan undian untuk tampil, peserta mngambil nomor undian.
e. Pada saat tampil di panggung tidak boleh membawa dan membaca catatan atau teks Kitab Suci sekecil apapun.
f. Peserta boleh menggunakan alat peraga, namun hanya alat yang bisa dipegang tangan saat bercerita.
g. Pakain peserta bebas tapi pantas dan sopan sebagai seorang pewarta dengan mengindahkan agar tetap bisa menarik pendengar dan pemirsa.
PERSYARATAN PESERTA
1. Terbuka untuk umum, Katolik/ simpatisan.
2. Peserta harus sehat jasmani dan rohani
3. Peserta dikelompokkan sbb:
a. Kategori Anak-anak diikuti oleh siswa/i SD
b. Kategori Remaja A diikuti oleh siswa/i SMP
c. Kategori Remaja B diikuti oleh siswa/i SMA/SMK
d. Kategori Dewasa diikuti oleh Orang Muda, Bapak, Ibu
4. Tiap kelompok kategori akan dipilih pemenang pertama putra dan putri menjadi wakil dalam lomba di tingkat lebih tinggi.
5. Peserta akan direkam dan hasilnya akan digunakan sebagai contoh metode pewartaan Sabda Tuhan
6. Pada saat lomba peserta harus datang dan tidak boleh membacakan teks di depan Juri
7. Lomba tingkat keuskupan akan dilaksanakan pada acara puncak BKSN 2009 bersamaan dengan Pentas Pemenang Lomba Cipta Lagu pada Tgl. 20 September 2009 di Palembang untuk menentukan pemenangnya.
8. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
9. Tidak dipungut biaya
ALAMAT PANITIA LOMBA :
KOMKAT KAPal
Jl. Dr. Sutomo No. 4
Palembang 30135
atau
e-mail : komkatpalembang@gmail.com
LATAR BELAKANG KEGIATAN :
1. Pelaksanaan Program Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi dalam Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009 dalam rangka memperkenalkan dan mendorong umat agar semakin mencintai Kitab Suci
2. Ingin mewujudkan harapan agar semua umat semakin mengenal cerita Kitab Suci dan akhirnya menjadi cnta terhadap Sabda Tuhan
3. Menggugah minat umat (anak, remaja, kaum muda dan dewasa) Katolik untuk menyumbangkan kemampuan mewartakan Sabda Tuhan dengan bercerita Kitab Suci bagi Gereja Keuskupan Agung Palembang.
MAKSUD DAN TUJUAN :
Menyelenggarakan kegiatan lomba Cerita Kitab Suci untuk Anak-anak, Remaja dan Dewasa tingkat keuskupan yang bersumber dari Alkitab, agar umat semakin mengenal dan mencintai Kitab Suci sehingga mampu terlibat dalam pewartaan Sabda Tuhan.
KATEGORI LOMBA:
1. Kelompok Anak-anak : dengan sumber bahan empat Injil
2. Kelompok Remaja – SMP : dengan sumber bahan Surat-surat Paulus
3. Kelompok Remaja – SMA : dengan sumber bahan Surat-surat Katolik
4. Kelompok Dewasa : dengan sumber bahan Perjanjian Lama
TEMA :
” Semakin Mengenal dan semakin mencintai Kitab Suci”
KETENTUAN LOMBA :
1. Tiap Paroki diadakan lomba Cerita Kitab Suci dan menentukan 1 wakil putra dan 1 putri per-kategori untuk dikirim dalam lomba tingkat Dekanat atau Distrik.
2. Tiap Distrik/ Dekanat diadakan lomba Cerita Kitab Suci dan menentukan 1 wakil putra dan 1 putri per-kategori untuk dikirim dalam lomba tingkat Keuskpan Agung Palembang.
3. Tingkat keuskupan mengadakan lomba untuk semua kategori dengan peserta para pemenang tingkat dekanat masing-masing kategori 1 putra dan 1 putri.
4. Tatacara lomba :
a. Peserta hadir 10 menit sebelum acara lomba dilaksanakan
b. Panitia akan menjelaskan tatacara dan tatatertib lomba kepada peserta, termasuk penjelasan tehknik bercerita
c. Peserta akan ditunjukkan bahan (teks Kitab Suci) 20 menit sebelum tampil dengan ketentuan bahan Kitab Suci sesuai dengan kategori masing-masing.
d. Panitia akan mengadakan undian untuk tampil, peserta mngambil nomor undian.
e. Pada saat tampil di panggung tidak boleh membawa dan membaca catatan atau teks Kitab Suci sekecil apapun.
f. Peserta boleh menggunakan alat peraga, namun hanya alat yang bisa dipegang tangan saat bercerita.
g. Pakain peserta bebas tapi pantas dan sopan sebagai seorang pewarta dengan mengindahkan agar tetap bisa menarik pendengar dan pemirsa.
PERSYARATAN PESERTA
1. Terbuka untuk umum, Katolik/ simpatisan.
2. Peserta harus sehat jasmani dan rohani
3. Peserta dikelompokkan sbb:
a. Kategori Anak-anak diikuti oleh siswa/i SD
b. Kategori Remaja A diikuti oleh siswa/i SMP
c. Kategori Remaja B diikuti oleh siswa/i SMA/SMK
d. Kategori Dewasa diikuti oleh Orang Muda, Bapak, Ibu
4. Tiap kelompok kategori akan dipilih pemenang pertama putra dan putri menjadi wakil dalam lomba di tingkat lebih tinggi.
5. Peserta akan direkam dan hasilnya akan digunakan sebagai contoh metode pewartaan Sabda Tuhan
6. Pada saat lomba peserta harus datang dan tidak boleh membacakan teks di depan Juri
7. Lomba tingkat keuskupan akan dilaksanakan pada acara puncak BKSN 2009 bersamaan dengan Pentas Pemenang Lomba Cipta Lagu pada Tgl. 20 September 2009 di Palembang untuk menentukan pemenangnya.
8. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
9. Tidak dipungut biaya
ALAMAT PANITIA LOMBA :
KOMKAT KAPal
Jl. Dr. Sutomo No. 4
Palembang 30135
atau
e-mail : komkatpalembang@gmail.com
LOMBA CIPTA LAGU ANAK-ANAK
Dalam rangka memeriahkan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009, Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi Keuskupan Agung Palembang mengadakan LOMBA CIPTA LAGU ANAK-ANAK Tingkat Keuskupan Agung Palembang. Kami mengundang Anda untuk turut membantu dan berperan serta dalam suksesnya kegiatan ini. Mau..???
LATAR BELAKANG KEGIATAN:
1. Pelaksanaan Program Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi dalam Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009 dalam rangka memperkenalkan dan mendorong anak-anak agar semakin mencintai Kitab Suci
2. Adanya keinginan untuk memperkaya perbendaharaan lagu-lagu Perayaan Ekaristi untuk Anak-anak dan lagu-lagu untuk pewartaan iman bagi ana-anak.
3. Menggugah minat umat (anak, remaja, kaum muda dan dewasa) Katolik untuk menyumbangkan karyanya bagi Gereja Keuskupan Agung Palembang.
MAKSUD & TUJUAN:
Menyelenggarakan kegiatan lomba menciptakan lagu-lagu (liturgi dan rohani) untuk anak-anak tingkat keuskupan yang bersumber dari Alkitab, dengan judul: Lomba Cipta Lagu Anak-anak Gereja Katolik.
KATEGORI :
Lagu untuk Perayaan Ekaristi Anak-anak dan Lagu Rohani untuk Bina Iman Anak
TEMA:
”Anak-anak mengenal dan semakin mencintai Kitab Suci”
KRITERIA LAGU:
1. Lagu sesuai isi syair yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi Alkitab, Theologi dan Liturgi.
2. Syair lagu disusun berdasarkan inspirasi cerita dari Alkitab (Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru). Mohon ditulis perikop Kitab Suci (misalnya : Luk 3: 1- 11....)
3. Lagu ditulis Lengkap dengan notasi.
4. Masing-masing lagu paling panjang 32 birama, paling pendek 16 birama
5. Lagu mudah dinyanyikan, sederhana, mudah dimengerti dan mudah dihafal oleh anak-anak (Sekolah Minggu/ Bina Iman Anak)
6. Wilayah nada dapat dijangkau oleh anak-anak, paling luas 1 oktaf.
7. Syair berbahasa Indonesia yang baik dan benar
8. Lagu asli ciptaan sendiri dan belum pernah dilombakan sebelumnya.
PERSYARATAN PESERTA
1. Terbuka untuk umum, Katolik/ simpatisan.
2. Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu lagu.
3. Peserta dewasa mengirim foto copi KTP dan alamat lengkap dan bagi yang belum memiliki KTP mengirim foto copy Kartu Pelajar atau Surat Keterangan dari Ketua Stasi/ Pastor Paroki)
4. Naskah lagu yang dikirim tidak dikembalikan
5. Hak Cipta Lagu milik pengarang. Panitia boleh mempublikasikannya.
6. Naskah lagu diterima panitia paling lambat tanggal 15 Agustus 2009 (cap pos)/ tanggal pengiriman e-mail.
7. Pengumuman 10 lagu terpilih dilaksanakan pada acara Pentas Lagu pada Tgl. 20 September 2009 di Palembang untuk menentukan 5 pemenang.
8. Lagu-lagu yang terpilih akan digunakan untuk Liturgi Anak atau Lagu Rohani anak-anak.
9. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
10. Tidak dipungut biaya
ALAMAT PANITIA LOMBA :
Kirimkan teks lagu karya Anda ke:
KOMKAT KAPal
Jl. Dr. Sutomo No. 4
Palembang 30135
atau
e-mail: komkatpalembang@gmail.com
LATAR BELAKANG KEGIATAN:
1. Pelaksanaan Program Komisi Kateketik, Kitab Suci dan Liturgi dalam Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2009 dalam rangka memperkenalkan dan mendorong anak-anak agar semakin mencintai Kitab Suci
2. Adanya keinginan untuk memperkaya perbendaharaan lagu-lagu Perayaan Ekaristi untuk Anak-anak dan lagu-lagu untuk pewartaan iman bagi ana-anak.
3. Menggugah minat umat (anak, remaja, kaum muda dan dewasa) Katolik untuk menyumbangkan karyanya bagi Gereja Keuskupan Agung Palembang.
MAKSUD & TUJUAN:
Menyelenggarakan kegiatan lomba menciptakan lagu-lagu (liturgi dan rohani) untuk anak-anak tingkat keuskupan yang bersumber dari Alkitab, dengan judul: Lomba Cipta Lagu Anak-anak Gereja Katolik.
KATEGORI :
Lagu untuk Perayaan Ekaristi Anak-anak dan Lagu Rohani untuk Bina Iman Anak
TEMA:
”Anak-anak mengenal dan semakin mencintai Kitab Suci”
KRITERIA LAGU:
1. Lagu sesuai isi syair yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi Alkitab, Theologi dan Liturgi.
2. Syair lagu disusun berdasarkan inspirasi cerita dari Alkitab (Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru). Mohon ditulis perikop Kitab Suci (misalnya : Luk 3: 1- 11....)
3. Lagu ditulis Lengkap dengan notasi.
4. Masing-masing lagu paling panjang 32 birama, paling pendek 16 birama
5. Lagu mudah dinyanyikan, sederhana, mudah dimengerti dan mudah dihafal oleh anak-anak (Sekolah Minggu/ Bina Iman Anak)
6. Wilayah nada dapat dijangkau oleh anak-anak, paling luas 1 oktaf.
7. Syair berbahasa Indonesia yang baik dan benar
8. Lagu asli ciptaan sendiri dan belum pernah dilombakan sebelumnya.
PERSYARATAN PESERTA
1. Terbuka untuk umum, Katolik/ simpatisan.
2. Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu lagu.
3. Peserta dewasa mengirim foto copi KTP dan alamat lengkap dan bagi yang belum memiliki KTP mengirim foto copy Kartu Pelajar atau Surat Keterangan dari Ketua Stasi/ Pastor Paroki)
4. Naskah lagu yang dikirim tidak dikembalikan
5. Hak Cipta Lagu milik pengarang. Panitia boleh mempublikasikannya.
6. Naskah lagu diterima panitia paling lambat tanggal 15 Agustus 2009 (cap pos)/ tanggal pengiriman e-mail.
7. Pengumuman 10 lagu terpilih dilaksanakan pada acara Pentas Lagu pada Tgl. 20 September 2009 di Palembang untuk menentukan 5 pemenang.
8. Lagu-lagu yang terpilih akan digunakan untuk Liturgi Anak atau Lagu Rohani anak-anak.
9. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
10. Tidak dipungut biaya
ALAMAT PANITIA LOMBA :
Kirimkan teks lagu karya Anda ke:
KOMKAT KAPal
Jl. Dr. Sutomo No. 4
Palembang 30135
atau
e-mail: komkatpalembang@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)