Benarkah Binatang Pertama dalam Why 13 = Gereja Katolik?
“Lalu aku melihat seekor binatang keluar dari dalam laut, bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh; di atas tanduk-tanduknya terdapat sepuluh mahkota dan pada kepalanya tertulis nama-nama hujat…..” (baca Why 13:1 - 18)
Ada sebagian orang non-Katolik menafsirkan ayat di atas sebagai gambaran Gereja Katolik. Tafsir itu ibarat “ilmu othak-athik-gathuk” atau mengait-aitkan antar ayat dan fakta dan lalu ambil kesimpulan bahwa Gereja Katolik-lah yang digambarkans sebagai binatang yang keluar dari laut itu. Benarkah demikian? Perlu disadari terdapat perbedaan interpretasi antara Gereja Katolik dengan gereja Protestan mengenai beberapa perikop di Kitab Wahyu. Menurut tafsiran Gereja Katolik sebagian dari kitab Wahyu sebenarnya sudah terjadi, dan tidak semuanya mengacu kepada akhir jaman. Maka tentu saja cara menafsirkannya jadi berbeda. Perlu diketahui bersama, bahwa Alkitab Wahyu itu memang kaya dengan simbol-simbol, dan karena itu tidak mengherankan dapat terjadi bermacam interpretasi, bahkan di kalangan para ahli Kitab Suci.
Berikut ini adalah penjelasan Wahyu 13:18, yang saya ringkas dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. by Dom Orchard, p. 1203- 1205:
1. Seekor binatang yang keluar dari dalam laut dengan 7 kepala dan 10 tanduk adalah Kerajaan Kota Roma [yang ada pada jaman kitab Wahyu tersebut ditulis]. Tujuh kepala di sini bermakna ganda: 1) 7 gunung di Roma 2) 7 raja-raja Romawi, mulai dari Kaisar Agustus, Tiberius, Gaius, Claudius dan Nero(n), dilanjutkan oleh Vespasian dan Titus. Domitian adalah yang ke-8, ialah yang hidup pada jaman Rasul Yohanes menuliskan kitab Wahyu, dan ialah yang dikenal sebagai “Kaisar Nero yang hidup kembali” karena kekejamannya yang menyerupai Nero. Kesepuluh tanduk di sini (seperti yang juga disebutkan dalam Dan 7:7) adalah kerajaan-kerajaan sekutu Roma.
2. Hujat yang disebutkan (ay.5) oleh kaisar ini (contohnya Domitian) adalah menganggap dirinya Allah.
3. Binatang lain yang disebutkan pada ay. 11 adalah kekuasaan sipil dan religius di Asia.
4. Tanda-tanda yang dashyat pada ay. 13-15: Menurut hasil penemuan patung-patung Mithraic, ditemukan tabung-tabung di dalam patung tersebut yang membuat seolah patung-patung itu mengeluarkan api. Alexander Abonoteichos, orang Asia yang hidup dalam jaman Rasul Yohanes, membuat patung naga yang besar, dengan topeng yang membuatnya seolah-olah dapat berbicara.
5. ay. 16. Semua orang Yahudi yang tunduk pada kaisar pada waktu itu diberi tanda cap dewa Dionysos. Ini adalah tanda yang menjadi lawan kontras dari tanda cap di jiwa kita yang kita terima melalui Pembaptisan.
6. ay. 17. Orang Kristen yang tidak mempunyai cap tersebut, dikucilkan/ diboykot.
7. ay. 18. Arti angka 666 tidak terlepas dari kenyaaan bahwa huruf Yunani dan Ibrani juga menunjukkan angka. Contohnya alpha/ aleph =1, beta/ beth=2, dst. Maka nama Yesus atau IESOUS menurut huruf Yunani jika dijumlahkan adalah 888. Nah 666 menunjuk jumlah huruf Kaisar Neron (666: yang terdiri dari huruf-huruf NRWN QSR, Nun dalam bahasa Yunani = 50, Resh 200, Waw 6, qoph 100, samech 60, maka NRWN QSR (666) dihitung jumlahnya 666).
Nah menurut arti angka dalam Kitab Suci, 7 adalah angka sempurna, namun 8 adalah angka yang jauh melebihi kesempurnaan yang merupakan angka Messianic. Diulangnya 3 kali itu untuk menunjukkan kepenuhan/ tingkat kelengkapan. Maka angka 666 diartikan sebagai angka yang tidak sempurna, ketidak sempurnaannya diperkuat dengan pengulangan sebanyak 3 kali; walaupun kelihatannya mendekati sempurna. Angka 666 diartikan sebagai angka Anti-Kristus, yang mengacu pada Kaisar Neron dan Kaisar Domitian yang diberi julukan sebagai ‘Kaisar Nero yang hidup kembali’ karena kekejamannya menyerupai Nero. Maka, angka 666 melambangkan juga untuk semua kaisar, penindas, atau siapapun yang mengambil peran sebagai Anti-Kristus sepanjang jaman.
Tafsiran yang menyebut binatang itu adalah Gereja Katolik merupakan tafsiran yang selain kejam juga tidak berdasar. Karena tafsiran itu malah bertentangan dengan Injil dan janji Yesus Kristus sendiri. Kita ketahui bahwa Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16: 18), dan Ia akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (lih. Mat 28:19-20). Gereja yang didirikan Yesus di atas Petrus ini adalah Gereja Katolik, sebab Gereja Katolik adalah Gereja yang dipimpin oleh para penerus Rasul Petrus, yang secara turun temurun menjaga kemurnian ajaran para rasul. Menuduh bahwa Gereja Katolik adalah “binatang yang keluar dari dalam laut” dan bahkan “anti-kristus” dari Why 13 itu sendiri adalah suatu sikap yang tidak mempercayai janji Kristus yang akan menyertai Gereja yang didirikan-Nya sampai akhir jaman, atau lebih teatnya, menuduh/ menganggap bahwa Tuhan Yesus ingkar janji.
Jika kita mempelajari sejarah, maka kita akan mengetahui bahwa yang dianiaya sepanjang sejarah manusia adalah Gereja Katolik dan bukannya sebaliknya. Aniaya itu sudah ada di abad-abad awal, di jaman Kaisar Nero, dan bahkan sampai sekarang, misalnya di negara-negara komunis dan di negara-negara kaum ekstrimis. Sejarah sendiri mencatat betapa banyak “orang-orang kudus” yaitu para martir dari Gereja Katolik yang dibunuh demi mempertahankan iman mereka.
Kejadian inkuisisi (Inquisition) di abad ke- 13 harus dilihat dengan kacamata obyektif. Inkuisisi ini dimulai atas perintah Paus Gregorius IX tahun 1231, untuk memerangi ajaran sesat Albigensian juga dikenal sebagai Cathars. Ajaran sesat Albigensian ini, seperti heresi Manichaeisme, mengajarkan konsep dualisme, roh dan tubuh; roh itu baik, namun “matter“/ tubuh adalah asal dari segala kejahatan, dan karenanya, menentang Inkarnasi dan Keselamatan [di dalam Kristus, Sabda yang menjelma menjadi 'daging'/ tubuh manusia]. Dengan demikian, heresi ini tidak saja menentang inti iman Kristiani tetapi juga inti basis kemasyarakatan, sebab mereka 1) menentang perkawinan legal sebab perkawinan dikatakan dapat menghasilkan kehidupan fisik/ tubuh yang baru; 2) mengajarkan bahwa bunuh diri adalah sesuatu yang baik, karena mengakhiri kehidupan tubuh; 3) homoseksualitas adalah lebih baik daripada heteroseksualitas, karena tidak ‘menghasilkan’ tubuh/ fisik yang baru; 4) menganggap bahwa kitab Perjanjian Lama termasuk ke 10 perintah Allah sebagai pekerjaan setan. Nah, tak mengherankan, heresi ini berakibat menghasilkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi maksud inkuisisi/ inquisition adalah untuk mempertahankan kemurnian iman Kristiani dan memberikan hukuman eks-komunikasi pada orang-orang yang tidak mau bertobat. Cara inkusisi diambil karena pendekatan persuasif melalui khotbah pengajaran iman yang benar yang dilakukan oleh St. Dominikus dan para biarawan Dominikan tidak sepenuhnya efektif. Order Dominikan kemudian mendapat tugas untuk menangani inkusisi yang didahului oleh semacam pengadilan di hadapan juri yang terdiri dari sedikitnya 20 orang, yang menjadi permulaan dari sistem juri dalam pengadilan modern.
Dalam bukunya yang berjudul Characters of the Inquisition, William Thomas Walsh mengisahkan beberapa Chief Inquisitors, di antaranya Bernard of Gui. Dikatakan bahwa mereka adalah “far from being inhuman, …men of spotless character and sometimes of truly admirable sanctity….”. Setelah itu, mereka yang tidak juga mau bertobat diserahkan kepada pemerintah. Selanjutnya, memang ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh oknum-oknum di dalam inkuisisi, terutama dengan melakukan kekerasan, walaupun pada awalnya hal ini dilarang. Sekarang, mari kita melihat apa yang terjadi dalam inkuisisi yang dilakukan oleh Gereja dan yang dilakukan oleh pemerintah sekular pada abad 13-14, dan jumlah korban umat manusia di abad- abad berikutnya.
Sebagai contohnya, di Touluose, dari 1308-1323 hanya 42 orang dari 930 yang diadili dinyatakan sebagai “unpenitent heretics“/ bidat yang tak menyesal, dan diserahkan kepada pihak pemerintah sekular. Inkuisisi di Spanyol: Dalam 30 tahun pemerintahan ratu Isabel, ada sekitar 100,000 orang yang dikirim ke inkuisisi, dan 80,000 dinyatakan tidak bersalah. 15,000 dinyatakan bersalah, namun setelah mereka menyatakan iman secara publik, maka mereka dibebaskan kembali. Hanya ada sekitar 2,000 orang yang meninggal karena keputusan inkuisisi sepanjang pemerintahan Ratu Isabella, dan 3000 orang kemudian dari tahun 1550 - 1800. Sedangkan, sebagai perbandingan, hanya dalam waktu 20 hari, Revolusi Perancis (1794), yang dimotori oleh gerakan “Enlightenment”, meng-eksekusi pria dan wanita sebanyak 16,000- 40,000. Jumlah korban ini, jauh lebih banyak daripada korban inkuisisi dalam 30 tahun pemerintahan Ratu Isabella.
Menurut Raphael Molisend, seorang sejarahwan Protestan, Henry VIII membunuh 72,000 umat Katolik. Orang yang meninggal selama beberapa tahun pada masa pemerintahan Henry VIII dan anaknya Elizabeth I, jauh melebihi apa yang terjadi pada inkuisisi di Spanyol dan Roma selama 3 abad. (Bandingkan dengan Perang Dunia I dan II, yang membunuh 50 juta orang. 40 juta orang meninggal dalam masa pemerintahan Stalin di Rusia. 80 juta orang meninggal di Cina karena revolusi komunis dan 2 juta di Kamboja).
Tentu saja ada kesalahan yang dilakukan oleh putera/i Gereja yang tidak menerapkan hukum kasih selama dalam proses inkuisisi ini. Inilah sebabnya Paus Yohanes Paulus II meminta maaf atas nama mereka, menjelang perayaan tahun Yubelium 2000. Di satu sisi, kita seharusnya melihat keberanian dari Gereja Katolik untuk mengakui kesalahan ini dan dengan berani meminta maaf. Silakan membandingkan dengan agama atau gereja lain, apakah ada yang pernah melakukan hal yang sama, untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh putera dan puteri mereka di masa yang lalu?
Maka tidak benar jika Gereja Katolik membunuh ‘orang-orang kudus’. Pelaksana eksekusi adalah pemerintah sekular, setelah melalui pengadilan inkuisisi para heretik/ bidaat itu dinyatakan bersalah dan tetap berkeras dalam heresi yang bertentangan dengan ajaran Kristiani yang murni yang berasal dari para rasul. Jika kita melihat butir-butir pengajaran Albigensian, yang sangat mirip dengan Manichaeism, maka sesungguhnya kita dapat dengan obyektif melihat bahwa merekalah yang ‘menyimpang’.
Sekarang tentang tuduhan, bahwa Paus ataupun para imam Katolik mengaku sebagai “Kristus”. Paus sebagai penerus Rasul Petrus, memang adalah wakil Kristus di dunia, namun Paus sendiri tidak pernah menyatakan diri sendiri sebagai Tuhan “Penyelamat”/ Mesias dunia. Paus memimpin Gereja sebagai seorang pelayan, mengikuti teladan Yesus sendiri. Ini sangat berbeda dengan klaim yang dibuat oleh kaisar Nero yang menanggap diri sendiri sebagai tuhan, atau yang dibuat oleh Karl Marx dengan mengagungkan sistem komunisme sebagai tuhan/ mesias, dan menolak agama.
Bahwa Gereja Katolik mengklaim dapat mengampuni dosa, itu adalah karena kuasa yang diberikan oleh Yesus sendiri kepada para rasul (lih. Yoh 20:23), dan yang kemudian diteruskan oleh para penerus mereka, yaitu para imam. Karena Gereja Katolik memiliki Tradisi suci yang dapat ditelusuri berasal dari para rasul dan Kristus sendiri, maka klaim itu dapat dibuat oleh Gereja Katolik.
Lalu tentang imam yang diberi kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi, itu juga merupakan sesuatu yang berakar dari pengajaran Kristus dan para rasul. Yesus sendiri yang memerintahkan para murid untuk melaksanakan peringatan perjamuan kudus tersebut (Mat 26:26-29; Mrk 14:22-25; Luk 22:15-20); di mana Ia mau sungguh-sungguh hadir kembali, sehingga mereka yang tidak dengan layak makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya dalam Ekaristi ini, mendatangkan hukuman terhadap dirinya sendiri (lih. 1 Kor 11:23-30). Jadi Tradisi Perjamuan Kudus/ Ekaristi sudah ada sejak jaman para rasul (lih. Kis 2:42) dan ini dimungkinkan karena Kristus memberi kuasa kepada para imam-Nya untuk bertindak dan berkata-kata atas nama-Nya untuk menghadirkan Diri-Nya di tengah Gereja yang dikasihi-Nya, yang kepadanya Yesus telah mengorbankan Diri di kayu salib.
Jadi tuduhan bahwa para imam adalah antikristus karena melaksanakan peran “in persona Christi” pada saat memberikan sakramen-sakramen, adalah bentuk penghinaan kepada Kristus yang memberikan kuasa kepada mereka. Para imam hanya dapat melakukan tugas imamat mereka karena kuasa yang mereka terima dari Kristus, sehingga yang mereka lakukan tersebut adalah “perpanjangan” karya Kristus di dunia. Mereka tidak mencari kemuliaan diri sendiri, mereka tidak melakukan tugas imamat mereka di luar persatuan mereka dengan Kristus, sehingga mereka tidak dapat dikatakan sebagai Anti-kristus. ***
Ditulis oleh Ingrid Listiati, 1 Okt. 2009 dalam www.katolisitas.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri komentar Anda di sini
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.