Kamis, Juli 15, 2010

PENGETAHUAN DASAR IMAN KATOLIK


WAHYU DAN IMAN

Secara filosofis salah satu ciri khas manusia “bertanya.” Diantara makluk hidup hanya manusialah yang mempunyai kemampuan ini. Manusia selalu mempertanyakan berbagai hal menyangkut hidupnya, kejadian di sekitarnya dan juga fenomena alam. Dengan ciri khas ini maka manusia bisa mengembangkan ilmu pengetahuan dan memahami diri serta lingkungan-nya. Tanpa bertanya, kita tidak bisa membayangkan dunia seperti apa yang kita huni ini; manusia hanya pasrah, nrimo apa yang terjadi, tak tahu harus berbuat apa atau mengatasi masalahnya. Dengan mempertanyakan banyak hal, aneka ketidaktahuan dan kebuntuan manusia teratasi.

Namun harus diakui, karena bertanya adalah kemampuan akal-pikiran, maka pertanyaan manusia tak selalu dapat terjawab. Dalam titik inilah kita mengakui walaupun akal budi memang anugerah Allah, toh juga ada batasnya. Manusia bukan Allah Sang Mahatahu. Akhirnya manusia mengakui dan mengharapkan agar Allah “menyingkapkan” apa yang tidak bisa diketahuinya dengan nalar/akal itu.


A. WAHYU DALAM PAHAM KATOLIK/KRISTIANI
1. Apakah Wahyu itu?

Berbicara tentang “wahyu” dalam terang iman Katolik, kita harus “menyingkirkan” pemahaman umum yang kita mengerti. Memang ada kesamaan, namun inti ajaran Katolik tentang wahyu berbeda dengan pengertian umum kita. Umumnya kita mengerti wahyu sebagai bisikan atau petunjuk dari Allah atau kekuatan gaib yang diperoleh melalui penampakkan atau mimpi. Wahyu dalam arti ini lebih sebagai jalan keluar atau petunjuk atas masalah manusia dan apa yang harus ia lakukan. Kadang juga wahyu merupakan cara gaib manusia memperoleh kesaktian. Intinya, dalam paham umum ini wahyu merupakan monolog sepihak dari kekuatan gaib, manusia yang menerimanya hanya pasrah melakukan apa yang disampaikan.

Dalam paham Katolik (berbeda dengan paham Protestan) pengertian wahyu ada kesamaan dengan paham umum di atas, namun juga ada perbedaan mendasar. Ada dua pihak yang berperan: kekuatan gaib (yakni Allah) dan manusia. Namun hubungan keduanya bukan monolog (sepihak) melainkan dialog komunikatif. Wahyu Allah butuh tanggapan manusia (itulah yang disebut iman), tanpa tanggapan itu wahyu bukanlah wahyu.

Secara singkat wahyu adalah “penyingkapan/penyataan (bukan pernyataan) diri Allah kepada manusia.” Wahyu itu butuh tanggapan atau jawaban dari pihak manusia; tanggapan inilah yang disebut iman. Dari definisi singkat ini ada beberapa hal penting yang perlu kita mengerti:
 Mengapa Allah menyingkapkan diri-Nya kepada manusia?
 Apakah yang disingkapkan oleh Allah itu?
 Bagaimana caranya?

a. Mengapa Allah menyingkapkan diri-Nya kepada manusia?
Siapakah Allah, bagaimanakah diri-Nya, apa yang dikehendaki-Nya? Bisakah kita menjawab pertanyaan itu dengan akal budi kita? Hati-hati kalau kita menjawab “ya bisa,” karena seringkali jawaban kita tidaklah menjelaskan siapa Allah yang sebenarnya. Jawaban kita adalah Allah yang ada dalam akal budi (otak) kita. Itu bukanlah Allah sejati namun “allah” yang kita ciptakan! Lalu bagaimana kita bisa menjawab pertanyaan di awal tadi?

Allah akan kita mengerti secara penuh bila Ia menyatakan dirinya kepada kita. Mengapa? Kita tahu bahwa antara kita dengan Allah sungguh jauh berbeda. Allah itu kekal, sedangkan manusia itu fana. Manusia bisa dijelaskan dengan pancaindra namun Allah melampaui pancaindra manusia. Lalu bagaimana? .....Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentar Anda di sini

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.