“Liturgi Gereja Katolik membosankan, kering, kaku, kuno, jadul…..!” Keluhan demikian sering kita dengar atau bahkan alami sendiri. Lalu, apakah yang sudah kita lakukan? Apakah hanya terus mengeluh atau “lari” mencari liturgi yang sesuai dengan keinginan kita? Sudahkah kita berusaha agar liturgi yang kita rayakan itu menarik dan memberi buah-buah rohani bagi diri kita?
Rabu, September 29, 2010
Tema IV BKSN 2010
YESUS MENCINTAI ANAK-ANAK
GAGASAN DASAR
GAGASAN DASAR
Pada masa Yesus kedudukan seorang anak baik dalam keluarga maupun di tengah masyarakat tidak diperhitungkan. Hal itu masih ditambah lagi dengan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Dalam dunia patriakal anak laki-laki masih dipandang lebih tinggi statusnya dari anak perempuan. Anak-anak seringkali dianggap sebagai faktor pengganggu kebebasan orangtuanya (terutama ayahnya) dalam seksualitas. Pendek kata anak-anak merupakan golongan terpinggirkan dan lemah yang suaranya tak diperhitungkan. Nasibnya ditentukan dan tergantung pada orang dewasa.
Senin, September 20, 2010
Tema III BKSN 2010
TAAT DAN HORMAT PADA ORANGTUA
GAGASAN DASAR
Anak merupakan buah kasih suami dan isteri. Kehadiran anak di tengah keluarga merupakan anugerah istimewa yang patut disyukuri. Dengan hadirnya anak, orangtua mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk membesarkan sekaligus mendidik mereka agar bertumbuh-kembang. Pendidikan merupakan bentuk pewarisan nilai-nilai dari orangtua kepada anaknya. Bagi anak sendiri, ia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk taat dan menghormati orangtuanya. Hal itu merupakan salah satu bagian (perintah ke-5) dalam Dekalog.
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus dengan jelas dan tegas memaparkan tugas dan kewajiban baik anak mupun orangtua. Hal itu mencakup tiga hal, yakni:
- Kewajiban seorang anak untuk taat kepada orangtuanya (Ef 3:1). Anak dalam pengertian ini bukan dalam arti anak kecil, yang didasarkan usia, namun dalam konteks kekeluargaan. Maka kewajiaban untuk taat kepada orangtua mencakup siapa saja yang berstaus sebagai anak dalam keluarga. Ketaatan kepada orangtua menurut Paulus harus dilakukan “di dalam Tuhan, ….” Ketaatan seorang anak kepada orangtuanya harus dilihat sebagai/seperti ketaatan kepada Tuhan. Keharusan seorang anak untuk taat pada orangtua itu karena mereka adalah wakil Allah. Orangtua memang bukan Allah Pencipta, namun Allah mengikutsertakan mereka mereka dalam karya penciptaan. Ketaatan itu dijalankan “di dalam Tuhan, …” Tuhan yang dimaksudkan di sini adalah Tuhan Yesus. Jadi ketaatan di sini merupakan kewajiban kristiani.
- Kewajiban untuk menghormati orangtua (Ef 3:2). Kewajiban yang kedua bagi seorang anak, menurut Paulus, adalah untuk menghormati ayah dan ibunya. Sikap ini erta kaitannya dengan sikap taat, karena cara menghormati orangtua adalah dengan mentaati perintah-perintahnya. Dalam tradisi Yahudi perintah untuk menghormati orangtua merupakan bagian pertama dalam Dekalog, yang mencakup kewajiban mereka kepada Tuhan. Dalam konteks inilah kewajiban/perintah untuk menghormati orangtua ditempatkan sama seperti kewajiban lainnya kepada Tuhan. Karena pada waktu seseorang masih anak-anak, orangtua merupakan wakil Allah yang paling tampak dan dekat. Perintah ini disebut sebagai “suatu perintah yang penting…” Hal ini dimaksudkan bahwa perintah menghormati orangtua merupakan perintah pertama yang harus diajarkan kepada anak-anak.
- Kewajiban orangtua untuk mendidik anak-anaknya (Ef 3:4). Orangtua mempunyai tugas dan tanggunjawab pertama untuk mendidik anak-anaknya. Orangtua wajib mendidik anak-anaknya dalam nasihat dan ajaran Tuhan. Orangtua berperan sebagai katalisator yang mendorong dan membantu anak-anaknya untuk menentukan tindakan dan bertanggungjawab atasnya.
Dewasa ini tak jarang orangtua yang kurang menyadari tugas dan kewajibannya untuk mendidik anak-anaknya. Dengan menyerahkan anak-anaknya ke sekolah, mereka merasa sudah cukup. Atau dalam hal iman, dengan menyerahkan anak-anaknya pada Sekolah Minggu maka kewajiban mendidik iman anaknya sudah selesai. Padahal pendidikan yang utama dan pertama ada di dalam keluarga. Kesibukan oleh pekerjaan seringkali menjadi alasan. Maka tak heran bila akhirnya “pihak luarlah” terutama lingkungan dan teman pergaulan yang “mengambil” alih peran itu. Akibatnya anak tumbuh dan berkembang mengikuti dunia sekitarnya. Tak jarang akhirnya anakpun menjadi lupa dan tidak tahu bagaimana harus taat dan menghormati orangtuannya.
Apakah situasi di atas juga kita alami?
- Sejauh mana orang tua memandang betapa pentingnya untuk mendidik dan mewariskan imannya kepada anak-anak? Apakah peran itu sudah dilakukan?
- Sebagai anak, sudahkah kewajiban kita sebagaimana nasihat Paulus dijalankan? Kapan dan bentuknya bagaimana?
- Bila terjadi perbedaan antara “hak-kewajiban” orangtua dan anak, bagaimana langkah untuk mengatasinya?
Rabu, September 15, 2010
Tema II BKSN 2010
BELAJAR DARI TIMOTIUS
<< 2Tim 3:10-17 >>
PENGANTAR
Penuh semangat, keteguhan hati dan kesetiaan pada ajaran iman yang benar dan Kitab Suci, merupakan tema pokok pertemuan ke-2 BKSN 2010. Pada pertemuan pertama yang lalu kita telah belajar bagaimana cara orang Yahudi mewariskan imannya kepada anak-anaknya. Pada pertemuan ini kita hendak mengenal dan meneladani hidup Timotius.
Saat ia mengalami aneka persoalan dengan jemaat Efesus, ia membutuhkan nasihat yang bisa menjadi pedoman untuk memecahkannya. Paulus, gurunya, dua kali mengirimkan suratnya kepada Timotius. Selain memuji Timotius, Paulus juga menasihatinya agar berpegang teguh pada apa yang diajarkan Paulus dan pada kebenaran Kitab Suci sebagaimana yang telah diterimanya sejak kecil. Kitab Suci bukanlah kata-kata atau tulisan tanpa makna. Kitab Suci sungguh berdaya guna bagi mereka yang mau mengikutinya.
TIMOTIUS DAN JEMAATNYA
Timotius berasal dari Listra. Ayahnya adalah seorang Yunani sedangkan ibunya, yang bernama Eunike adalah seorang Yahudi. Sekitar tahun 50 M, Paulus dalam perjalanan misinya yang kedua mengunjungi Listra. Lalu Timotius menemani perjalanan misi Paulus berikutnya. Dalam perjalanan misi ke-4, Timotius ditinggalkan oleh Paulus di Efesus untuk membina iman jemaat di sana. Hubungan antara Paulus dan Timotius sangatlah erat. Hal ini tampak dari dua surat yang ditulis Paulus kepada Timotius. Dalam kedua surat itu Paulus berulangkali memuji dan menunjukkan kepercayaan yang besar kepada Timotius.
Kedua surat Paulus bagi Timotius digolongkan sebagai Surat Pastoral yang berisikan bagaimana pengajaran yang benar, pengaturan jemaat dan kepengurusannya, dan bagaimana memelihara serta mengembangkan iman dan hidup jemaat kristiani. Dengan situasi yang dialami oleh Timotius dan jemaat Efesus, Surat Paulus kiranya hadir pada waktu yang tepat. Dalam 2Tim 3:10-17 Paulus mengingatkan Timotius untuk setia dan berpegang pada apa yang diajarkannya. Paulus juga mengingatkan Timotius untuk berpegang teguh pada ajaran Kitab Suci, sebagaimana yang telah Timotius terima dari Eunike, ibunya dan Lois, neneknya. Kitab Suci, menurut Paulus, sungguh bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Pendeknya, Surat Paulus yang berisi pujian, nasihat dan petunjuk merupakan titik terang bagi Timotius untuk memecahkan aneka persoalan yang melanda jemaat Efesus.
Apa yang dialami Timotius? Saat dipercaya oleh Paulus untuk mendampingi jemaat Efesus berbagai persoalan mendera jemaat yang masih berusia muda itu. Di sana saat itu muncul aneka ajaran yang bertentangan dengan iman akan Kristus. Di dalam jemaat timbul kebingungan akibat datangnya “guru-guru palsu” yakni orang Kristen dari kalangan Yahudi yang mengajarkan iman yang berbeda dengan apa yang jemaat terima dari Paulus. Mereka mengajarkan bahwa umat Kristen harus juga memenuhi kewajiban-kewajiban Hukum Taurat, yang seringkali berupa kebiasaan-kebiasaan Yahudi. Selain itu jemaat Efesus juga membutuhkan adanya kepengurusan jemaat. Bagaimana dan siapakah orang yang layak untuk diangkat sebagai pemimpin? Dalam situasi demikianlah Timotius membutuhkan pegangan agar bisa berpijak pada kebenaran iman sehingga dapat membimbing jemaat Efesus.
BAGAIMANA DENGAN KITA?
Di sekitar kita pun sekarang muncul “ajaran-ajaran palsu” yang mengajak kita hidup serba instan, hedonis, materialistis dan individualistis. “Ajaran-ajaran” ada dalam bentuk hiburan, teknologi, gaya hidup, dll. Kalau kita tidak hati-hati menyikapinya kitapun akan hanyut di dalamnya dan cenderung mencari kenikmatan untuk diri sendiri dan sementara. Kita menjadi lupa dengan orang lain di sekitar kita dan lebih parah lagi kita melupakan Tuhan. Dalam situasi demikian apakah yang menjadi pegangan kita? Cukupkah ajaran iman yang kita terima dari orangtua, Gereja atau sekolah? Adakah ayat Kitab Suci yang dapat menjadi pedoman kita?
AKSI NYATA
Carilah ayat Kitab Suci yang dapat menjadi pegangan manakala mengalami situasi berikut (pilih salah satu):
Perselisihan / percekcokan dengan tetangga.
Kecewa dengan kekurangan diri.
Aneka godaan di sekitar (teknologi, narkoba, gaya hidup), dll.
Ingatlah, bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. <<2Tim 3:15>> |
Selasa, September 14, 2010
Tema I BKSN 2010
Belajar dari Tradisi Yahudi
GAGASAN DASAR
Suatu peristiwa penting atau luar biasa dalam hidup seseorang atau suatu bangsa tidaklah gampang untuk dilupakan. Oleh karena itu seseorang atau suatu bangsa punya cara tertentu agar ingatan atas peristiwa penting itu tetap abadi. Hal demikian juga dialami oleh Bangsa Israel, peristiwa exodus (keluarnya Israel dari Mesir) dan masuknya mereka ke Kanaan (tanah terjanji) merupakan dua peristiwa luar biasa yang terus diingat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Kedua peristiwa itu bagi mereka merupakan dua karya Allah yang paling istimewa, baik sebagai bangsa maupun dalam kehidupan religius.
Sejak masih anak-anak, anak-anak Israel telah diajarkan untuk mengenal dan memahami dua peristiwa di atas dan juga konsekuensi yang menyertainya. Cara yang ditempuh adalah mengajarkan shema kepada anak-anak sejak mereka berusia 5 tahun. Shema adalah pengakuan iman monoteis Israel (Tuhan itu Esa) dan kewajiban untuk mengasihi dan melakukan perintah-perintah-Nya. Dalam bahasa Ibrani, shema berarti “mendengarkan” diambil dari kata pertama kewajiban yang harus dilakukan oleh orang Israel, yakni “dengarlah….” Shema terdiri dari tiga bagian, yakni:
Ul 6:4-9 : Berisikan tentang pengakuan iman monoteis disertai perintah untuk mengasihi dan menjalankan ajaran-ajaran-Nya, juga kewajiban untuk mengajarkannya kepada anak-anak di setiap kesempatan. Shema itu haruslah dituliskan pada Filakteria dan Mezuzah.
Ul 11:13-21 : Bagian kedua ini berisi tentang komitmen bangsa Israel untuk melaksanakan perintah Tuhan sebagai bukti kesetiaan mereka kepada-Nya. Komitmen itu mengandung konsekuensi ganjaran dan hukuman. Melaksanakan perintah Tuhan akan memperoleh ganjaran, sedangkan mengabaikannya akan mendatangkan hukuman. Bagian inipun disertai tugas untuk mengajarkannya kepada anak-anak keturunan mereka.
Bil 15:37-42 : Bagian ketiga ini merupakan perintah agar bagngsa Israel memakai Tzizit agar mereka setiap saat ingat akan perintah Tuhan dan melaksanakannya.
Mezuzah |
Selain menghapal dan memahami teks-teks Kitab Suci, seorang anak juga wajib memiliki ayat emas (lihat keterangan pada lampiran), yakni ayat Kitab Suci yang paling mengena dan paling digemari. Proses mencari ayat emas tidaklah gampang, menuntut dan mengandaikan seorang anak membaca seluruh Kitab Suci.
KITA BAGAIMANA?
Jadi, bagi bangsa Israel/Yahudi sejarah dan pokok iman mereka merupakan warisan tak ternilai yang wajib dilestarikan dan diwariskan kepada keturunan mereka. Orangtua, keluarga, sekolah dan seluruh bangsa mempunyai tanggungjawab yang besar untuk itu. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah orangtua dan sekolah atau Gereja sudah menanamkan dan mewariskan kekayaan imannya kepada kita? Cara apa saja yang sudah ditempuh? Cukupkah apa yang telah kita berikan kepada anak-anak kita selama ini?
APA YANG BISA KITA BUAT?
Dalam konteks kita sekarang, Tema I BKSN 2010 ini dapat diaplikasikan dalam beberapa contoh AKSI NYATA berikut.
Orang tua dapat membantu anak untuk menemukan Ayat Emas (Penjelasan lihat di bawah). Orangtua hendaknya memberi contoh terlebih dahulu dengan menemukan Ayat Emasnya sendiri.
Orang tua membantu anak/membuatkan kreasi atas Ayat Emas yang didapat dalam aneka bentuk dan media, misalnya: selipan buku, gantungan kunci, gambar, tulisan indah, dll.
Orang tua membiasakan anak-anak untuk ikut serta dalam perayaan-perayaan liturgi.
Orang tua menyediakan Alkitab untuk anak, aneka buku / gambar cerita Alkitab.
Catatan: Walau disebut “orang tua” siapapun kita diajak untuk mencintai KS dan mengajak orang lain untuk berlaku sama.
Beberapa Penjelasan:
Filakteria : Kotak kecil dari kulit berisikan gulungan shema atau teks Kitab Suci lain (misalnya Kel 13:1-6 dan Dekalog) yang diikatkan dengan tali pada pergelangan tangan dan dahi pada saat seseorang berdoa.
Mezuzah : Tabung kecil yang berisi gulungan atau lempengan yang bertuliskan shema yang diletakkan pada tiang pintu rumah dan pintu gerbang kota.
Tzizit : Jumbai-jumbai pada punca baju yang dibubuhi dengan benang ungu kebiru-biruan.
Ayat Emas : Ayat Kitab Suci yang paling digemari atau berkesan bagi seorang anak dengan ketentuan bahwa ayat itu hurup awal dan hurup akhirnya haruslah sama dengan hurup awal dan hurup akhir nama dirinya. Misalnya: Nama seorang anak adalah BERTA. Untuk mencari ayat emasnya ia haruslah menemukan ayat yang berawal dengan hurup “B” dan berakhir dengan hurup “A.” Ayat emas yang didapat misalnya dari Mat 5:7, “Berbahagialah orang yang murah hatinya.”
Kotak kecil pada dahi dan pita pada lengan adalah FILAKTERIA. Rumbai-rumbai pada ujung kain adalah TZITZIT |
Langganan:
Postingan (Atom)